Jakarta (ANTARA) - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menunda sidang gugatan praperadilan terkait penyidikan kasus pembelian lahan di Cengkareng oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
MAKI menggugat praperadilan penyidikan kasus pembelian lahan tanah ke PN Jakarta Selatan pada 13 Oktober 2020.
Koordinator MAKI, Bonyamin Saiman di Jakarta, Senin, mengatakan sidang ditunda karena salah satu termohon tidak hadir di persidangan dengan agenda pembacaan permohonan.
"Karena Bareksrikm belum hadir, ditunda sidangnya, jadi permohonan belum dibacakan," kata Boyamin.
Bareskrim Polri menjadi salah satu dari empat termohon yang digugat oleh MAKI. Selain Bareskrim, Polda Metro Jaya juga digugat sebagai termohon II, lalu Kejaksaan Tinggi sebagai termohon III, dan KPK sebagai termohon IV.
Gugatan praperadilan yang diajukan MAKI tercatat dengan nomor perkara 128/Pid.Pra/2020/Pn.Jaksel. Objek gugatan ini adalah terkait penanganan kasus dugaan korupsi terkait pembelihan lahan di Cengkareng oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Sidang perdana pembacaan permohonan diagendakan pada 3 November 2020, namun salah satu termohon yakni Bareskrim Polri tidak hadir jadi sidang ditunda hingga 16 November 2020.
"Sudah dua kali ditunda, sidang selanjutnya diagendakan 30 November," ujar Boyamin.
Menurut Boyamin, jika pada sidang ketiga kalinya para termohon tidak hadir, maka pengadilan memutuskan sidang akan tetap dilaksanakan walau tanpa kehadiran termohon.
Bonyamin menyebutkan, MAKI mengajukan gugatan praperadilan terkait mangkraknya kasus penyidikan perkara pembelian lahan di Cengkareng, Jakarta Barat untuk rumah susun (Rusun) oleh Pemprov DKI Jakarta yang ditangani oleh institusi Polri.
Sebelumnya, kasus tersebut telah bergulir sejak 2015, pembelian lahan seluas 46 hektare dengan dana sebesar Rp668 miliar lebih pada masa Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Lahan dibeli oleh Dinas Perumahan dan gedung Perkantoran Provinsi DKI Jakarta dengan dana bersumber dari Anggaran penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) DKI diduga kuat telah terjadi tindak pidana korupsi.
"Ternyata tanah yang dibelanjakan sudah miliknya Pemprov DKI, sudah jadi aset. jadi sama dengan membeli barangnya sendiri," tutur Boyamin.
Dugaan korupsi ini diperkuat dengan hasil klarifikasi yang dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) yang menyatakan bahwa pembayaran yang dilakukan oleh Pemprov DKI kepada orang yang mengaku pemilih lahan bersertifikat adalah salah.
Selain itu, Pengadilan Negeri Jakarta Barat memutuskan pelapor yang mengaku memiliki sertifikat atas lahan yang dibeli tidak berhak menerima pembayaran karena tanah tersebut sudah menjadi milik negara.
"Diduga sertifikat yang dimilikinya asli tapi palsu," Boyamin menjelaskan.
Berdasarkan temuan tersebut, Bareskrim Polri menelusuri perkara tersebut, kemudian penyidikan telah dilakukan dan beberapa pihak telah diperiksa termasuk Gubernur Ahok dan wakilnya Djarot Saiful Hidayat pada 2015.
Hingga 2018 perkara tersebut dilimpahkan oleh Bareskrim ke Polda Metro Jaya, dan hingga kini MAKI menilai tidak ada perkembangan.
"Nah di Polda Metro jaya tidak ada pergerakan apa-apa, padahal di Bareskrim sudah ada SPDP surat pemeritahauan kepada Kejaksaan Agung. Atas makraknya perkara inilah makanya MAKI menggugat," tutur Boyamin.
Selain dugaan korupsi, MAKI juga menduga adanya makelar yang bermain dalam pembelian lahan di Cengkareng tersebut, berdasarkan keterangan pemilih yang mengaku memiliki sertifikat tanah, yang melaporkan pembayaran yang diterimanya masih kurang, karena baru mendapat Rp200 miliar.
Baca juga: Polri jelaskan penyidik Bareskrim tak hadiri praperadilan Anita
Baca juga: Bareskrim nilai Gunawan permainkan hukum praperadilan
Baca juga: Polisi diminta tidak menunda penyidikan kasus TPPU Gunawan Jusuf
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2020