Jakarta  (ANTARA News) - Kurs rupiah di pasar spot antar bank Jakarta, Senin pagi, menguat dibandingkan dengan  penutupan akhir pekan lalu, namun posisinya masih di atas angka Rp11.000 per dolar AS yang sudah berlangsung sejak pekan lalu.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS naik menjadi Rp11.160/11.175 dibanding penutupan akhir pekan lalu Rp11.176/11.180 atau menguat 16 poin.

Pengamat pasar uang, Edwin Sinaga, di Jakarta, Senin, mengatakan kenaikan rupiah relatif masih kecil, karena pasar masih khawatir melepas mata uang asing itu dalam jumlah yang besar.

Pelaku pasar lebih suka memegang dolar AS ketimbang rupiah, meski kenaikan mata uang asing itu sudah cukup tinggi, ujarnya.

Rupiah, menurut dia, sedang mencari titik keseimbangan baru yang kemungkinan pada angka Rp11.000 per dolar AS. Hal ini dinilai wajar, karena untuk berada di ibawah angka Rp11.000 per dolar AS kemungkinan sangat sulit, kecuali ada faktor baru yang kuat mendorong pergerakan rupiah ke arah sana.

"Kami memperkirakan rupiah telah menyesuaikan posisi pada angka Rp11.000 per dolar AS," katanya.

Edwin Sinaga yang juga Dirut PT Finance Corpindo Nusa mengatakan, rupiah seharusnya bisa kembali di angka Rp11.000 per dolar AS, menyusul semakin baiknya pasar global dan domestik.

Paket Stimulus yang dicanangkan pemerintah Amerika Serikat dengan mengeluarkan dana sebesar 850 miliar untuk sektor infrastruktur, pemangkasan pajak sebesar 300 miliar serta pengeluaran dana talangan sebesar 350 miliar yang disetujui kongres AS memberikan harapan besar bagi pasar global.

Sedangkan di pasar domestik, pemerintah mengeluarkan paket stimulus mendorong sektor riil untuk tumbuh lebih baik dan mendorong pertumbuhan sektor usaha kecil dengan mengeluarkan dana sebesar Rp51,2 triliun, tuturnya.

Karena itu, lanjut dia, rupiah berpeluang untuk bisa kembali menguat melihat indikator ekonomi nasional tumbuh dengan baik serta didukung oleh inflasi Januari yang diperkirakan akan mengalami deflasi.

Namun posisi rupiah kemungkinan akan tetap ketat di angka Rp11.000 per dolar AS, karena faktor pendukung terhadap rupiah relatif tidak besar, ucapnya. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2009