Bogor (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementrian Kehutanan, akan memanggil 12 pemilik vila di kawasan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.
Direktur PHKA Kementrian Kehutanan, Darori menyebutkan pemanggilan 12 pemilik vila tersebut untuk kepentingan penyelidikan.
"Ada 12 orang pemilik yang akan kita panggil untuk disidik demi kepentingan proses hukum," katanya saat dihubungi ANTARA, Minggu.
Pemanggilan 12 pemilik vila tersebut ungkap Darori karena terindikasi melakukan perlawanan.
Sejatinya, keberadaan vila di kawasan konservasi jelas-jelas melanggar undang-undang dan tidak ada alasan pemilik menolak pembongkaran apalagi melakukan perlawanan.
Darori mengatakan penyelidikan ke 12 pemilik vila akan dilakukan Kementrian Kehutanan dan Direktorat V Badan Reserse Kriminal Polri.
Menurut Darori para pemilik vila yang tidak bisa disebutkan namanya tersebut diduga telah melanggar Undang-Undang nomor Nomor 41/1999 tentang Kehutanan dan Undang-undang Nomor 5/1990 Konservasi Alam.
"Ke 12 pemilik diduga menguasi lahan hutan tanpa izin Kementerian Kehutanan yang ancaman pidanya berupa hukuman penjara maksimal 10 tahun, denda Rp 5 miliar, dan bangunan akan disita negara untuk dimusnahkan," tandasnya.
Terdapat 122 bangunan vila yang akan di bongkar. Meski tidak diketahui kapan jadwal pemanggilan akan dilakukan.
Sementara itu, Darori mengatakan puluhan pemilik vila lainnya tidak dilakukan pemanggilan karena diketahui tidak melakukan perlawan.
"Mereka yang tidak kita panggil karena sudah ada beberapa yang membongkar sendiri vilanya dan tidak melakukan perlawanan," terangnya.
Darori menegaskan, pembongkaran vila akan tetap dilakukan. Namun kapan jadwal pembongkaran belum dapat dipastikan.
Saat ini tim sedang membahas langkah dan upaya yang tepat dalam pembongkaran dan tidak memicu konflik.
Keputusan langkah-lakang itu diambil, setelah rapat kordinasi antara Kementerian Kehutanan dengan Muspida Bogor pada Kamis (22/4) dan Kementerian Kehutanan dengan Badan Reserse Kriminal Polri pada Jumat (23/4), ungkap Daroti.
Penertiban bangunan di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak melibatkan KPK, Kejagung dan Polri.
"Semua pihak terkait sudah paham persoalannya. Sudah tahu, bagian-bagian tugasnya. Jika terindikasi ada pelangaran hukum pidana umum, ditangani polri dan kejaksaan, sedangkan penyalahgunaan wewenang dan korupsi ditangani KPK," katanya. (LR/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010