Beberapa ahli dari Australian Antarctic Division telah mendapati bahwa kotoran ikan paus --yang kebanyakan dihasilkan dari konsumsi "krill" oleh hewan mamalia raksasa tersebut-- yang secara efektif menempatkan penyubur yang bersahabat bagi tanaman ke dalam perairan samudra.
"Ketika ikan paus mengkonsumsi "krill" yang kaya akan zat besi, mereka mengeluarkan sebagian besar zat besi itu kembali ke dalam air, sehingga menyuburkan samudra dan memulai lagi seluruh rantai pangan," kata ilmuwan Steve Nicol.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa jika jumlah ikan paus bertambah, maka kotoran hewan itu dapat membantu tanaman laut tumbuh subur, sehingga meningkatkan kemampuan samudra untuk menyerap karbon dioksida yang dituding sebagai penyebab pemanasan global.
Zat besi adalah unsur penting dalam produksi tanaman laut, yang dikenal sebagai ganggang, yang menghisap karbon dioksida saat tanaman tersebut tumbuh, kendati itu adalah unsur langka di dalam Samudra Selatan --"yang lesu darah", kata ahli kimiawi samudra Andrew Bowie.
"Sepertiga samudra di dunia kekurangan kandungan zat besi," kata peneliti di Antarctic Climate and Ecosystems Cooperative Research Centre tersebut.
Bowie mengatakan ikan paus mengkonsumsi beberapa ton "krill", hewan air berkulit keras dengan tubuh kecil seperti udang, setiap hari dan itu menemukan jalannya kembali ke lautan melalui buangan yang berbentuk cairan dengan warga coklat kemerahan dari hewan mamalia raksasa itu.
Ia mengatakan meskipun para peneliti tersebut cukup yakin bahwa kotoran ikan paus berisi zat besi, mereka terkejut dengan tingginya konsentrasi itu, sekitar 10 juta kali zat besi yang terkandung di dalam samudra Antartika.(C003/A011)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010