Jambi (ANTARA News) - Seorang sastrawan Kerinci, Provinsi Jambi, Amri Suwarta mengungkapkan bahwa beberapa tradisi daerah ini, salah satunya "Incung", sekarang terancam punah karena kurang dilestarikan.
Ketika dihubungi di Jambi, Sabtu, ia menjelaskan, masyarakat adat "Bumi Sakti Alam Kerinci" sebutan Kerinci yang meliputi Kabupaten Kerinci dan Kota Sungaipenuh merupakan salah satu pusat peradaban masa lampau yang memiliki keunikan dan tradisi yang spesifik.
Sebagai daerah yang berada di wilayah paling barat Provinsi Jambi, masyarakat Kabupaten Kerinci dan Kota Sungaipenuh memiliki ciri khas tersendiri, antara lain memiliki bahasa dan tulisan serta memiliki beragam peninggalan budaya masa lampau seperti peninggalan batu megalitikum dan neolitikum.
Amri Suwarta yang didampingi Yusvet Helmi mengatakan, Kerinci memiliki bahasa yang disebut dengan Bahasa Kerinci dan tulisan yang disebut dengan Incung.
Namun saat ini masyarakat, terutama generasi muda tidak banyak yang memahami atau mengenal Incung.
Sejumlah seniman seperti Iskandar Zakaria dan almarhum Prof DR Amir Hakim Usman, mantan guru besar IKIP Padang, termasuk sedikit orang yang pernah menggali dan membukukan tulisan asli Kerinci, katanya.
Sementara itu, Yusvet Helmi mengimbau Dinas Pendidikan dan Dinas Pariwisata Kabupaten Kerinci dan Kota Sungaipenuh untuk melakukan penelitian kembali terhadap tulisan Incung, jika perlu dibukukan dan dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran muatan lokal di sekolah.
"Incung harus kita lestarikan, salah satunya melalui sekolah dengan memasukkan senagai salah satu muatan lokal," katanya.
Incung banyak ditemui pada berbagai peninggalan budaya dan ditulis pada tanduk kerbau dan daun lontar serta peninggalan budaya lainnya.
Ke depan diharapkan Pemkab Kerinci dan Pemkot Sungaipenuh perlu membangun museum budaya. Meski secara administrasi kenegaraan keduanya dipisahkan, namun secara budaya masyarakat kedua daerah ini merupakan satu kesatuan adat dan budaya yang tidak dapat dipisahkan, tambah Yusvet Helmi.
(T.KR-BVJ/E003/S026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010