Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Kesehatan (Menkes), Achmad Sujudi divonis dua tahun tiga bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di Departemen Kesehatan (kini Kementerian Kesehatan).
"Menyatakan terdakwa Achmad Sujudi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Ketua Majelis Hakim, Jupriadi ketika membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Jumat.
Majelis hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp100 juta subsider tiga bulan penjara kepada Achmad Sujudi.
Hukuman itu lebih ringan daripada tuntutan tim penuntut umum, yaitu pidana penjara selama lima tahun.
Majelis hakim menguraikan, Achmad Sujudi memiliki peran dalam penunjukan langsung PT Kimia Farma Trading and Distribution sebagai rekanan dalam proyek pengadaan sejumlah alat kesehatan pada 2003.
Alat kesehatan itu rencananya akan dibagikan ke 32 rumah sakit di sejumlah daerah di Indonesia bagian timur.
Melalui surat bernomor 1450/Menkes/X/2003, Achmad Sujudi menetapkan PT Kimia Farma Trading and Distribution sebagai rekanan proyek tersebut.
Beberapa saat setelah itu, sekitar November 2003, terjadi penandatanganan kontrak proyek pengadaan itu. Kemudian, PT Kimia Farma Trading and Distribution menerima pembayaran sebesar Rp170,5 miliar.
"Telah dilakukan pembayaran meski belum ada pelaksanaan proyek," kata hakim Nani Indrawati.
Pada kenyataannya perusahaannya itu melakukan sub kontrak kepada lima perusahaan lain, yaitu PT Rifa Jaya Mulia, PT Berkah Indonesia, PT Prima Semesta Internusa, PT Penta Valent, dan PT API.
Majelis hakim menjelaskan, rekanan proyek itu tidak memiliki kualifikasi untuk menjalankan proyek.
Karena melakukan sub kontrak, kelima perusahaan itu juga menerima pembayaran. Pembayaran itu merupakan bagian dari pembayaran yang diterima oleh PT Kimia Farma Trade and Distribution dari Departemen Kesehatan.
Menurut majelis hakim, beberapa perusahaan itu telah memperoleh keuntungan dari proyek itu, antara lain PT Kimia Farma Trading and Distribution (Rp37,2 miliar), PT Rifa Jaya Mulia (Rp26,8 miliar), PT Berkah Indonesia (Rp5,3 miliar), PT Prima Semesta Internusa Rp2,6 miliar), dan PT Penta Valent (Rp909 juta).
Majelis hakim juga menjelaskan, ada aliran dana kepada sejumlah pejabat Departemen Kesehatan terkait pelaksanaan proyek tersebut.
"Dengan demikian unsur memperkaya orang lain atau korporasi sudah terpenuhi," kata hakim Ahmad Linoh.
Majelis hakim menganggap pembayaran kepada sejumlah perusahaan itu terlalu mahal karena pada kenyataannya proyek itu hanya menghabiskan dana Rp66 miliar.
Dengan demikian telah terjadi kerugian negara sekitar Rp104 miliar.
Atas perbuatannya, Achmad Sujudi dijerat dengan pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.
Terhadap putusan itu, Achmad Sujudi dan tim penasihat hukumnya belum menyatakan akan mengajukan banding.
"Kami pikir-pikir," kata Achmad Sujudi.
Ketika ditemui setelah sidang, dia menegaskan bahwa dirinya tidak mengeruk keuntungan dalam proyek itu.
(F008/A033/R009)
Pewarta: Ricka Oktaviandini
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010