Tidak mengherankan jika pasar memangkas kenaikan harga hari ini karena kenyataan pasokan dan permintaan minyak mentah suram, sementara kasus baru harian Covid-19 di AS membuat rekor baru untuk hari ketiga berturut-turut
New York (ANTARA) - Harga minyak jatuh sekitar dua persen pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), tertekan oleh pembengkakan produksi dari Libya dan kekhawatiran bahwa meningkatnya infeksi Virus Corona dapat memperlambat pemulihan ekonomi global dan permintaan bahan bakar.
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Januari turun 75 sen atau 1,7 persen, menjadi menetap di 42,78 dolar AS per barel. Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) terpangkas 99 sen atau 2,4 persen, mengakhiri sesi pada 40,13 dolar AS per barel.
Namun, harapan untuk vaksin membuat minyak mentah berjangka di jalurnya untuk kenaikan mingguan kedua berturut-turut. Untuk minggu ini, keduanya mencatat kenaikan lebih dari delapan persen.
Baca juga: Harga emas melonjak 12,9 dolar, naiknya COVID picu kekhawatiran baru
Produksi minyak Libya telah meningkat menjadi 1,2 juta barel per hari (bph), sumber minyak Libya mengatakan kepada Reuters, naik dari 1,0 juta barel per hari yang dilaporkan pada 7 November oleh perusahaan minyak negara itu, National Oil Corp.
Tanda-tanda peningkatan produksi di AS menambah sentimen bearish. Jumlah rig minyak AS naik 10 menjadi 236 rig minggu ini, menurut data Baker Hughes, tertinggi sejak Mei.
Juga menekan harga, data pemerintah AS menunjukkan persediaan minyak mentah naik 4,3 juta barel pekan lalu. Analis memperkirakan penarikan 913.000 barel.
Baca juga: Saham Spanyol "rebound" 0,75 persen, namun saham Repsol jatuh
“Intinya, beberapa faktor perasaan baik dari vaksin Pfizer telah hilang dan angka-angka EIA (Badan Informasi Energi AS) yang mengecewakan telah menciptakan sedikit koreksi turun,” kata Kepala Penelitian Komoditas BNP Paribas, Harry Tchilinguirian.
“Namun, OPEC+ bersiap untuk menyesuaikan produksinya dan kami masih menunggu hasil uji coba vaksin lain yang mungkin lebih mudah didistribusikan karena tidak memerlukan penyimpanan dingin seperti itu.”
Infeksi Virus Corona baru di Amerika Serikat dan di tempat lain berada pada tingkat rekor dan pengetatan pembatasan akan menyebabkan permintaan bahan bakar pulih lebih lambat dari yang diperkirakan banyak orang.
Baca juga: Saham Jerman balik menguat 0,18 persen, namun saham Adidas anjlok
Kontrak WTI dan Brent melonjak minggu ini setelah data menunjukkan vaksin COVID-19 eksperimental sedang dikembangkan oleh Pfizer Inc dan BioNTech Jerman 90 persen efektif.
Tetapi pada Kamis (12/11/2020), Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan permintaan minyak global tidak mungkin mendapatkan dorongan yang signifikan dari vaksin hingga 2021.
“Tidak mengherankan jika pasar memangkas kenaikan harga hari ini karena kenyataan pasokan dan permintaan minyak mentah suram, sementara kasus baru harian COVID-19 di AS membuat rekor baru untuk hari ketiga berturut-turut,” kata Kepala Pasar Minyak Rystad, Bjornar Tonhaugen.
Baca juga: Saham Inggris turun lagi, Indeks FTSE 100 merosot 0,36 persen
Para analis mengatakan pembatasan yang lebih ketat pada mobilitas untuk menahan kasus Virus Corona yang meroket membuat Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya mungkin ragu untuk melonggarkan pembatasan produksi seperti yang direncanakan pada Januari.
Kelompok yang dikenal sebagai OPEC+ itu akan menggelar pertemuan Komite Pemantauan Kementerian Bersama minggu depan, yang akan memberikan beberapa indikasi tentang apa yang mungkin diputuskan oleh produsen pada pertemuan menteri berikutnya pada 1 Desember.
Menteri energi Aljazair mengatakan minggu ini bahwa OPEC+ dapat memperpanjang pengurangan produksi minyak grup saat ini hingga 2021 atau memperdalamnya lebih jauh jika diperlukan.
Baca juga: Saham Prancis "rebound", saham Renault melonjak 5,74 persen
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020