Singaraja (ANTARA) - Selama masa pandemi COVID-19, sejumlah sekolah di wilayah perbukitan di Kabupaten Buleleng, Bali, tak bisa melaksanakan proses belajar secara daring (dalam jaringan), antara lain karena banyak siswa tak punya gawai/gadget dan sinyal internet yang tak stabil.
Akibatnya, sejumlah guru sekolah dasar dengan sukarela keliling ke rumah-rumah siswa untuk melaksanakan proses belajar mengajar. Salah seorang guru yang dengan setia mengunjungi anak didiknya adalah Ni Komang Susilawati.
Ia guru kelas empat di SD Negeri 3 Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng. Di masa pandemi COVID-19, setidaknya tiga kali dalam sepekan, Susilawati mengunjungi rumah-rumah anak didiknya yang beberapa memang berada di lokasi terpencil.
Di satu rumah ia mengajari siswanya selama satu jam, lalu setelah itu ia naik sepeda motor untuk pindah ke rumah yang lain di desa itu.
Seperti yang dilakukan Kamis (12/11) pagi. Susilawati berada di sebuah rumah warga yang berada di wilayah Banjaran Buah, Desa Pedawa. Ia mengajari empat siswa yang rumahnya saling berdekatan.
"Siswa yang rumahnya berdekatan digabungkan dalam satu kelompok, dan saya mengajar selama sekitar satu jam di satu rumah, lalu setelah itu pindah lagi ke rumah lain untuk mengajar kelompok yang lain," ucap Susilawati.
Jumlah siswa yang ia ajar 22 orang. Siswa sebanyak itu dibagi menjadi enam kelompok. Anggota kelompok ada empat dan tiga orang.
Dalam satu pekan, kelompok-kelompok kecil ini diajar tiga kali. Satu hari diambil dua kelompok. "Selasa diambil dua kelompok, Kamis dua kelompok dan Jumat juga dua kelompok. Setiap kelompok bertemu dengan saya sepekan sekali," tuturnya.
Menurut Susilawati, belajar dengan metode luring (luar jaringan) dengan melakukan tatap muka di rumah siswa adalah pilihan yang tepat di tengah pandemi ini. Di satu sisi sekolah belum diizinkan melakukan pembelajaran tatap muka, sedang di desa itu belum sepenuhnya bisa melaksanakan metode pembelajaran daring, karena siswa tak punya gadget dan sinyal.
"Sulit saya memberikan metode daring. Oleh karena itu, seluruhnya saya berikan dengan metode luring," ujar Susilawati.
Menanggapi fenomena itu, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng Made Astika sempat melakukan pemantauan ke Desa Pedawa untuk melihat aktivitas pembelajaran secara luring di rumah warga. "Metode ini memang bisa dilakukan sepanjang tatap muka yang terjadi tidak melibatkan atau mengumpulkan banyak orang," jelasnya.
Astika mengatakan, pembelajaran luring di Desa Pedawa ini tetap menggunakan protokol kesehatan dengan ketat karena bagaimana pun kesehatan anak didik tetap harus dijaga.
"Karena zona risiko COVID-19 di Buleleng sangat fluktuatif, sehingga pembelajaran secara daring dan luring bisa terus dilakukan sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan," kata Made Astika.
Selain di Desa Pedawa, pihak Disdikpora Buleleng juga akan melakukan pantauan ke desa-desa lain yang memang sulit melakukan metode pembelajaran daring, seperti Desa Sepang Kecamatan Busungbiu, Desa Mengening Kecamatan Kubutambahan serta titik-titik lainnya. "Pemantauan akan terus dilakukan," ungkap Astika.
Menurut dia, potensi tatap muka masih ada. Namun, persiapan harus dilakukan. Sekolah harus menyiapkan sesuatunya untuk menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Pembelajaran luring ini pun terjadi karena ada orangtua yang belum mengizinkan anaknya mengikuti pembelajaran tatap muka.
"Karena masih khawatir. Tentu keselamatan dan kesehatan anak-anak mereka lebih penting daripada proses pembelajaran tatap muka di sekolah," paparnya.
Baca juga: Guru di Konawe Utara keliling mengajar ke rumah siswa
Baca juga: Bombana di zona hijau dan terapkan belajar mengajar tatap muka
Daring-Luring
Agak berbeda sedikit, Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja Kabupaten Buleleng Provinsi Bali melaksanakan wisuda LXI periode Maret 2020 dan wisuda LXII untuk periode Agustus 2020 secara bersamaan melalui luar jaringan (luring) dan dalam jaringan (daring).
"Pelaksanaan wisuda mengacu pada protokol kesehatan, yaitu kapasitas ruangan hanya diisi maksimal 25 persen. Wisuda luring hanya dihadiri para wisudawan lulusan pemuncak dan berprestasi. Selain protokol pencegahan secara ketat, waktunya lebih singkat daripada wisuda sebelumnya," kata Rektor Undiksha Prof Dr I Nyoman Jampel MPd di Singaraja, Buleleng.
Wisuda LXI diikuti 372 orang, yakni tiga orang dari jenjang pendidikan doktor (S-3), 50 orang dari jenjang pendidikan magister (S-2), 314 orang dari jenjang pendidikan sarjana (S-1), dan lima orang dari jenjang pendidikan ahli madya.
Untuk wisuda LXII diikuti 1.212 orang yakni satu orang dari jenjang S-3, 62 orang dari jenjang S-2, 952 orang dari jenjang S-1, dan 197 orang dari jenjang pendidikan ahli madya. Jadi, keseluruhan sebanyak 1.584 mahasiswa.
Secara khusus untuk peserta wisuda luring harus mengikuti protokol pencegahan COVID-19. Seluruhnya wajib mencuci tangan, menggunakan penyanitasi tangan (hand sanitizer) dan pengecekan suhu tubuh sebelum memasuki Auditorium Undiksha. Selain itu, juga harus menggunakan masker dan menerapkan social dan physical distancing.
"Kita taat asas. Kita tidak ingin Undiksha menjadi kluster baru penyebaran COVID-19. Karena kita pernah sekali. Kalau ada yang kedua kali, berarti buruk dalam memutus rantai dalam penyebaran COVID," katanya.
Saat ini, sekitar 150 orang saja yang ada di auditorium. Itu wisudawan dan panitia. Orangtua tidak diizinkan untuk masuk. Jika itu terjadi, kapasitas melebihi 25 persen,
Selain hal tersebut, kata Jampel, Undiksha juga tidak mengizinkan para orangtua wisudawan untuk berada di dalam auditorium maupun areal kampus selama prosesi wisuda berlangsung untuk mengantisipasi kerumunan. Pelantikan bagi wisudawan yang luring dilakukan langsung oleh Rektor, sedangkan yang daring, diwakili orang orangtua masing-masing.
"Proses pelantikannya sudah kita sesuaikan dengan pedoman. Yang di rumah diwakili oleh orangtua masing-masing dengan panduan Rektor," kata Jampel setelah acara wisuda di kampus yang bermotto "Dharmaning sajjana umerdhyaken widyaguna" (kewajiban orang bijaksana adalah mengembangkan ilmu pengetahuan dan pekerti).
Salah satu wisudawan, Lukas Norman Kbarek mengakui dengan sistem wisuda ini, kesempatan untuk bertemu dengan para sahabatnya menjadi tertunda. Namun demikian, ia menyatakan tetap bersyukur karena Undiksha sudah berusaha memberikan yang terbaik.
Kondisi itu agaknya sama sekali tidak mengurangi rasa syukur, terutama kepada Tuhan, karena di tengah pandemi ini masih bisa melaksanakan (wisuda-red), baik daring maupun luring. *
Baca juga: Pemkot Surabaya masih kaji belajar tatap muka di sekolah
Baca juga: Cianjur tunda proses belajar mengajar secara tatap muka
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020