Jakarta (ANTARA News) - Menguatnya rupiah ke kisaran 9.000 per dolar AS menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dalam negeri membaik, namun berapa sebenarnya nilai tukar ideal bagi mata uang Indonesia itu?
Menurut anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo, rupiah idealnya berada pada kisaran 9.100 hingga 9.150 karena jika menguat lebih jauh secara cepat akan tidak menguntungkan bagi ekportir maupun pendapatan negara.
Posisi rupiah yang berada sedikit di atas 9.000 per dolar AS dinilai cukup baik sehingga kegiatan usaha para eksportir maupun importir berjalan dengan baik, kata anggota Bambang Soesatyo di Jakarta, Kamis.
Ditanya mengenai derasnya dana asing melalui pasar modal Indonesia, mantan Ketua Kadin DKI Jakarta bidang pertahanan itu mengatakan, dana asing yang masuk melalui pasar modal dan pasar uang yang mencapai Rp71,9 triliun itu sifatnya sementara.
Salah satu pemicu masuknya dana asing adalah krisis politik Thailand yang membuat pemilik modal mengalihkan dananya ke Indonesia.
Selain Indonesia memang pasar potensial bagi asing untuk menempatkan dananya, karena suku bunga masih tinggi dan pertumbuhan ekonominya terus meningkat.
"Kami optimis Indonesia akan menjadi negara dengan pertumbuhan ekonominya dari tahun ke tahun terus meningkat," katanya.
Harus Dijaga
Masuknya hot money ke Indonesia yang memacu penguatan rupiah harus dimbangi dengan upaya untuk menjaga rupiah berada para tingkat nilai tukar yang menguntungkan.
Berbeda dengan Bambang Soesatyo, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengemukan supaya rupiah dijaga tetap berada pada kisaran 9.000 hingga 9.500 per dolar AS, kisaran yang lebih lebar.
Menurut Sofjan, pemerintah harus berhati-hati dalam menentukan kebijakan moneter, sebagai antisipasi dampak negatif penguatan rupiah terhadap pertumbuhan ekonomi.
BI sebagai otoritas moneter perlu mengintervensi pasar untuk menjaga rupiah pada kisaran 9.000 hingga 9.500 per dolar AS.
Ekonom Bank Mandiri Mirza Adityaswara mengatakan, penguatan rupiah akibat didorong dari masuknya dana asing dalam jangka pendek dan menengah tidak bisa diharapkan masuk ke sektor riil.
"Masuknya sesaat, tetapi sesaat kemudian dana tersebut bisa keluar dengan cepat," kata Mirza.
(T.H-CS/A011/S026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010