Saya menilai UU Cipta Kerja sudah sangat bagus. Sehingga spectrum sharing untuk teknologi baru seperti 5G sudah diberikan kepastian. Diharapkan nantinya spectrum sharing tidak menggangu iklim persaingan usaha yang sehat dan Indonesia bisa dapat seger
Jakarta (ANTARA) - Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB Muhammad Ridwan Effendi mengharapkan PP sektor telekomunikasi baru, yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja, dapat mengakomodasi dan mendorong pengembangan ekonomi digital di Tanah Air.
"Saya menilai UU Cipta Kerja sudah sangat bagus. Sehingga spectrum sharing untuk teknologi baru seperti 5G sudah diberikan kepastian. Diharapkan nantinya spectrum sharing tidak menggangu iklim persaingan usaha yang sehat dan Indonesia bisa dapat segera mengembangkan teknologi tersebut. Saya sangat mengharapkan PP-nya dapat sejalan dengan cita-cita Presiden Joko Widodo yang ingin mengembangkan ekonomi digital," ujar Ridwan dalam pernyataan di Jakarta, Kamis.
Agar ekonomi dan transformasi digital di Indonesia dapat segera terwujud, Ridwan meminta nantinya dalam membuat PP sektor telekomunikasi, baik dari Kantor Menko Perekonomian maupun Kantor Menkominfo dapat memasukan komitmen pembangunan.
Jika spectrum sharing untuk 5G dijalankan, hanya sampai pada Radio Active Network (RAN). Sedangkan jaringan inti atau core network harus dibangun oleh masing-masing operator. Sehingga nantinya komitmen pembangunan yang tertuang dalam PP yang baru tak hanya untuk teknologi 5G, tapi juga mengikat untuk evaluasi komitmen pembangunan teknologi 4G dan teknologi eksisting lainnya yang sudah dibangun setiap operator.
Selain komitmen pembangunan, lanjut Ridwan, PP yang baru juga harus memasukkan standar kualitas layanan (Quality of Service/QoS) operator telekomunikasi. Tujuannya agar layanan 5G yang diberikan operator telekomunikasi benar-benar "true" 5G, ukan seperti yang saat ini terjadi selama ini dimana 4G namun rasanya 3G bahkan 2G.
Ridwan mengatakan saat ini banyak operator yang membangun jaringan telekomunikasi dan menerapkan QoS seadanya. Mereka hanya membangun satu BTS dengan QoS di satu kota hanya untuk menggugurkan komitmen pembangunan yang sudah dibuat.
"Sehingga komitmen pembangunan dan standar QoS sangat perlu dimasukkan dalam PP UU Cipta Kerja. Diharapkan nantinya komitmen pembangunan untuk layanan 5G juga jelas. Sehingga operator telekomunikasi yang berusaha di Indonesia memiliki komitmen yang besar untuk menggembangkan sarana dan prasarana telekomunikasi di Indonesia," kata Ridwan.
Mantan komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi itu menilai, selama ini komitmen pembangunan yang tertuang dalam PP 52 dan PP 53 tidak terlalu tegas. Hal itu dapat dilihat dari operator telekomunikasi yang hanya mau membangun jaringan telekomunikasi di daerah yang menguntungkan saja, sedangkan daerah yang tak menguntungan mereka enggan untuk membangunnya.
Saat ini masih ada 12.300 desa yang masih belum mendapatkan layanan telekomunikasi. Selain itu operator yang hadir untuk memberikan layanan di daerah tertinggal, terdepan dan terpencil (3T) juga hanya segelintir saja. Oleh karena itu, diharapkan komitmen pembangunan harus tertuang dalam PP yang baru akan mewajibkan operator telekomunikasi untuk hadir di 12.300 desa yang belum mendapatkan layanan telekomunikasi.
Selain itu, Ridwan menilai perjanjian antara Pemerintah dan operator mengenai komitmen pembangunan yang saat ada juga tidak transparan dan tidak terbuka. Diharapkan PP yang baru sektor telekomunikasi dapat membuat komitmen pembangunan menjadi transparan, setara, dan menantang.
Membuka komitmen pembangunan kepada masyarakat ini, menurut Ridwan sangat penting. Tujuannya selain karena frekuensi merupakan barang publik, membuat komitmen pembangunan menjadi transparan juga dapat mengurangi ketimpangan pembangunan satu operator dengan operator yang lain.
Ridwan menilai, pemerintah harus segera memperbaiki aturan komitmen pembangunan minimum oleh operator setiap tahunnya melalui PP yang baru sehingga nantinya tidak ada lagi desa yang tidak terbangun infrastruktur telekomunikasi oleh operator seluler.
“Jadi komitmen pembangunan ini harus dituangkan dan dirinci dalam PP yang baru. Jadi ketika dilakukan evaluasi komitmen pembangunan dan evaluasi penggunaan spektrum frekuensi radio dilakukan secara berkala, pemerintah dapat memaksa operator untuk mengubah komitmen pembangunan operator ke depan demi memenuhi kebutuhan masyarakat," ujar Ridwan.
Baca juga: DPR: Akomodasi penerapan 5G dalam UU Ciptaker bisa tarik investasi
Baca juga: Industri telekomunikasi hadapi perang harga
Baca juga: Indonesia terapkan tiga skema pendanaan bangun infrastruktur digital
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020