"Yang secara tegas-tegas itu IFC (afiliasi World Bank, International Finance Corporation). Yang lain tidak mengatakannya," kata Sekjen Gapki Joko Supriyono dalam diskusi "Memperkuat Nasionalisme Melawan Imperialisme Global Perdagangan CPO" di Jakarta, Selasa.
Bank-bank asing yang mempersulit kredit CPO itu umumnya anggota Roundtable Sustainable on Palm Oil (RSPO).
Menurut Joko, para LSM asing bidang lingkungan mencoba melobi lembaga-lembaga keuangan internasional untuk menghambat penyaluran kredit bank ke sektor sawit Indonesia dengan memperketat persyaratan kredit.
Jika hal itu berlanjut, tambahnya, akan memperparah masa depan industri kelapa sawit Indonesia, bahkan mengancam ekspansi perusahaan-perusahaan sawit.
Dia mengatakan, selama ini perkebunan kelapa sawit di tanah air menjadi primadona pertumbuhan ekonomi nasional karena menyediakan lapangan kerja bagi satu juta orang dan menjadi mata pencaharian bagi 1,9 juta petani kecil.
Industri CPO menyumbangkan pendapatan ekspor senilai 12,4 miliar dolar AS pada 2008 dan 10,4 miliar dolar AS pada 2009.
Perkebunan kelapa sawit juga pendorong pengembangan ekonomi pedesaan dan salah satu kunci pengentasan kemiskinan.
Sementara itu, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Achmad Mangga Barani menyatakan, konsumsi minyak sawit dunia ke depan akan semakin meningkat mengalahkan minyak nabati lainnya.
Dia mengungkapkan, pada 1993 konsumsi minyak sawit msih 13,2 juta ton atau 15,3 persen dari pangsa minyak nabati dan lemak dunia, namun pada 2009 naik 33,2 persen menjadi 42,38 juta ton atau tertinggi dibandingkan minyak nabati lainnya.
Pada 2010, pangsa pasar minyak sawit dunia diperkirakan melebihi 80 persen, sementara produsen terbesar masih Indonesia dan Malaysia. (*)
S025/A011/AR09
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010