Jeda atau penangguhan pelaksanaan uji klinis obat atau vaksin merupakan prosedur standar dan biasa dilakukan untuk melakukan investigasi lebih dahulu atas KIPI serius yang ditemukan dalam penelitianBandung (ANTARA) - PT Bio Farma (Persero) menyatakan uji klinis fase tiga Vaksin COVID-19 buatan Sinovac, China di Indonesia masih aman karena belum ada laporan mengenai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang serius atau Serious Adverse Event (SAE).
Selain itu, belum ada laporan kejadian serius yang tidak diinginkan dari para relawan yang diduga berhubungan dengan vaksin atau kegiatan vaksinasi.
Juru Bicara Tim Uji Klinis Fase Tiga Vaksin COVID-19 dr Rodman Tarigan di Bandung, Rabu, mengatakan Vaksin COVID-19 hasil kolaborasi pengembangan Bio Farma dengan Sinovac, saat ini sudah mulai memasuki masa monitoring.
Data per 6 November 2020 menunjukkan 1.620 relawan sudah mendapatkan suntikan pertama, 1.603 relawan suntikan kedua, dan 1.335 relawan masuk tahap monitoring, baik untuk imunogenicity, efikasi (khasiat), maupun keamanan.
SAE merupakan salah satu dari Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang serius dan dialami oleh penerima obat atau vaksin, tanpa memandang hubungannya dengan obat atau vaksin tersebut, sedangkan KIPI nonserius atau KIPI ringan kejadian medis setelah Imunisasi dan tidak menimbulkan risiko potensial pada kesehatan si penerima, seperti terjadi demam, bengkak di lokasi suntikan, merah di lokasi suntikan.
Setiap relawan yang sudah mendapatkan suntikan pertama dan kedua ini, hingga uji klinis selesai akan diawasi dan dimonitor oleh tim uji klinis, sehingga apapun kejadian yang menimpa relawan pasti terawasi.
Salah satu anggota Tim Ahli Farmakovigilan Bio Farma Novilia menambahkan SAE yang dialami seseorang, bisa terjadi baik untuk vaksin yang sudah dipasarkan maupun vaksin sedang dalam tahap uji klinis, seperti Vaksin COVID-19.
Baca juga: Tim riset: Tidak ada lagi penyuntikan vaksin COVID-19
Ia menjelaskan untuk produk yang sedalam uji klinis, SAE akan dilaporkan ke Komite Etik, BPOM dan DSMB (Data Safety Monitoring Board), sedangkan produk yang sudah dipasarkan akan dilakukan investigasi atau penyelidikan, serta analisis oleh lembaga yang independen, seperti KOMNAS KIPI, dan dilaporkan ke BPOM, untuk memastikan penyebab utama dari peristiwa ini apakah berhubungan langsung dengan vaksin (associated to vaccine) atau ada faktor lainnya (co-incident).
Untuk kejadian SAE yang saat ini terjadi di Brazil, katanya, perlu dilakukan investigasi lebih lanjut guna menentukan apakah SAE ini berhubungan dengan vaksin atau bukan (co-incident).
Dalam penyelidikan SAE ini, otoritas Badan Pengawas Obat setempat tentu akan dilibatkan. Jeda atau
penangguhan pelaksanaan uji klinis obat atau vaksin merupakan prosedur standar dan biasa dilakukan untuk melakukan investigasi lebih dahulu atas KIPI serius yang ditemukan dalam penelitian.
Terkait dengan kasus SAE Vaksin COVID-19 Sinovac di Brazil, sudah ada pernyataan resmi dari Sinovac di http://www.sinovac.com/?optionid=754&auto_id=914 di mana Sinovac sudah melakukan komunikasi dengan Butantan Institute dan menyatakan kejadian SAE ini tidak ditemukan berhubungan dengan vaksin (co-incident)
Vaksin memiliki manfaat yang besar untuk memutus mata rantai penularan penyakit menular. Vaksin salah satu cara pencegahan penyakit menular yang tidak hanya diberikan kepada bayi melainkan kepada orang dewasa. Vaksin tidak hanya memberikan kekebalan individu namun juga dapat menciptakan kekebalan massal atau disebut juga kekebalan kelompok.
Pemberian vaksin juga dapat mencegah penyakit yang dapat menimbulkan kematian maupun kecacatan. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan hampir 10 juta angka kematian dapat dicegah melalui vaksinasi.
Baca juga: Brazil tunda uji klinis vaksin Sinovac usai muncul "efek merugikan"
Baca juga: Pfizer sukses uji coba vaksin COVID-19 tapi tak bisa langsung dipakai
Baca juga: Bio Farma terus pantau efek samping pemberian vaksin COVID-19
Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020