Ancaman baru terhadap keutuhan Indonesia saat ini adalah propaganda yang terjadi di medsos.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika Widodo Muktiyo mengatakan mahasiswa adalah pemilih yang sehat dan cerdas sehingga mereka harus menunjukkan perannya dalam Pilkada 2020.
"Mahasiswa jangan menganggap tidak punya peran untuk perubahan," kata Profesor Widodo Muktiyo dalam seminar daring bertema "Memilih Pemimpin Ideal di Mata Milenial" yang dilakukan dalam rangka Sosialisasi Pilkada Serentak 2020, Selasa.
Menurut Dirjen IKP, mahasiswa sebagai golongan intelektual harus mampu memberikan edukasi, baik kepada lingkungan terkecil keluarganya, masyarakat, maupun lingkungan yang lebih luas lagi.
Baca juga: Saatnya generasi muda bersuara melawan hoaks
Edukasi dalam kaitannya pilkada ini, antara lain menyebarluaskan pemahaman dalam alam demokrasi ini tentang pemimpin terpilih adalah cerminan rakyat.
"Tipe pemimpin ideal adalah tipe harapan yang bisa menampung aspirasi masyarakat, terutama dari kelompok milenial," kata Widodo.
Lebih lanjut, dia berharap agar kelompok milenial dengan pemerintah bersama-sama melawan hoaks yang belakangan ini marak beredar di media sosial (medsos).
Dirjen IKP melihat ancaman baru terhadap keutuhan Indonesia saat ini adalah propaganda yang terjadi di medsos.
Dalam seminar daring yang diikuti lebih 100 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi itu, Dirjen IKP menyampaikan data pengguna internet mencapai 175 juta (64 persen) dan akses medsos 160 juta (59 persen).
"Ini kekuatan baru yang menjadi harapan sekaligus ancaman," katanya.
Internet maupun medsos, lanjut dia, mampu memengaruhi pikiran manusia (opini) secara massa, dalam waktu singkat, dengan biaya yang murah, dan sulit dilacak.
Baca juga: Masyarakat disarankan pelajari 7 ciri utama hoaks
Meski demikian, hal tersebut sekaligus menjadi ancaman berupa provokasi, agitasi, ataupun propaganda.
Profesor Widodo menyebutkan ada banyak cara yang dilakukan pemerintah dalam menangani ancaman di medsos tersebut, mulai dari penegakan hukum hingga edukasi publik.
Ia memandang perlu literasi digital berupa edukasi dan pemberian wawasan kepada masyarakat terkait dengan pemanfaatan internet dan medsos.
"Milenial harus melawan hoaks. Mahasiswa bisa menjadi direktur medianya sendiri. Mahasiswa adalah bagian dari masyarakat yang bisa memproduksi konten, mengonsumsi, dan mendistribusinya," kata Widodo.
Seminar daring Memilih Pemimpin Ideal di Mata Milenial juga menghadirkan peneliti Perludem Bidang Partisipasi Kaum Muda dan Teknologi Pemilu Nurul Amelia dan akademisi UIN Syarif Hidayatullah Ismail Cawidu.
Menurut Nurul, ada beberapa pandangan milenial tentang pemimpin yang ideal, antara lain, milenial cenderung menolak pemimpin tunggal, antipemimpin yang berlatarbelakang kasus korupsi dan kekerasan seksual.
"Milenial suka pemimpin yang komunikatif di medsos," katanya.
Baca juga: Jokowi mulai melawan hoaks dan fitnah
Senada dengannya, dalam kaitan dunia medsos, Ismail Cawidu berpendapat bukan alasan lagi bagi milenial untuk tidak mengenal calon kepala daerah.
"Itu asalan kuno karena sekarang dengan mudah kita bisa mencari tahu siapa calon yang akan dipilih melalui medsos," ujarnya.
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020