terselip rasa bangga saat mengenakan baju hazmat
Purbalingga (ANTARA) - Waktu menunjukkan pukul 08.30 pagi, 10 November 2020, bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan ketika tim dari BPBD Purbalingga, Jawa Tengah tiba di TPU Gambarsari untuk melaksanakan pemakaman dengan protokol kesehatan terhadap pasien probable atau suspek COVID-19 yang meninggal dunia.
Tim pemakaman berjumlah 14 orang, dua di antaranya merupakan relawan dari PMI setempat, mereka mengenakan pakaian hazmat lengkap.
Proses pemakaman berjalan sekitar 1,5 jam, mulai dari menggali tanah makam, menurunkan jenazah dari ambulans hingga melakukan penguburan.
Setelahnya tahapan dilanjutkan dengan melakukan dekontaminasi menggunakan cairan khusus, serta membakar hazmat yang dipergunakan di lokasi pemakaman.
Haryanto (33) yang pagi itu menjadi koordinator tim pemakaman infeksius BPBD Purbalingga menjelaskan seluruh proses berjalan dengan lancar.
Hanya saja, ia mengakui bahwa pagi itu sinar matahari sudah cukup terik sehingga keringat bercucuran dibalik baju hazmat.
Untung saja kondisi tubuhnya tetap prima, padahal ia baru tidur selama dua jam, karena dirinya melaksanakan tugas jaga piket sejak semalam.
"Sebagian tim yang bertugas dalam giat pemakaman pagi ini merupakan mereka yang kebagian tugas jaga piket sejak semalam, lanjut pagi hari giat pemakaman sehingga ada yang belum sempat makan dan baru tidur beberapa jam saja," katanya.
Kendati demikian, meskipun ada personel yang belum sarapan, dan bahkan ada yang baru tidur beberapa jam, namun menurutnya kondisi fisik seluruh anggota tim pagi ini dalam kondisi prima, semangat melaksanakan tugas kemanusiaan adalah pembakar semangat yang utama.
Dia menambahkan bahwa pagi ini medan menuju lokasi pemakaman juga tidak sulit, sehingga membantu mempercepat proses yang harus dilakukan.
Sementara itu, koordinator tim pemakaman infeksius BPBD Purbalingga lainnya, Zukhruf Dwi Jatmiko menambahkan total personel keseluruhan yang tergabung dalam tim pemakaman infeksius tersebut ada sebanyak 17 orang.
Koordinator tim akan berupaya agar personel mendapatkan tugasnya secara bergantian. Dalam satu giat pemakaman tim yang diturunkan berjumlah 10 hingga 12 orang.
"Jika medannya sulit maka kami biasanya akan meminta bantuan personel tambahan dari PMI Purbalingga, semakin banyak personel yang bertugas maka giat pemakaman akan makin cepat dilakukan," katanya.
Dia menuturkan tim nya pernah melakukan giat pemakaman di lokasi dengan medan yang cukup sulit karena area menuju pemakaman menanjak.
"Dengan kondisi medan yang sulit seperti seperti itu maka jumlah personel yang turun ke lokasi harus cukup, karena itu biasanya kami melakukan koordinasi terlebih dahulu guna mengetahui kondisi lokasi pemakaman," katanya.
Saat menerima informasi mengenai adanya jenazah yang harus dimakamkan dengan protokol kesehatan, biasanya tim melakukan pengecekan lokasi pemakaman dengan cara menghubungi perangkat desa setempat.
Jika menurut perangkat desa lokasi pemakaman memiliki medan yang sulit, atau akses kendaraan jauh dari lokasi pemakaman, maka jumlah personel yang diturunkan akan disesuaikan termasuk juga meminta tambahan personel dari PMI Purbalingga.
Termasuk juga jika kondisi pemakaman dilakukan pada malam hari, atau pada hari hujan, maka jumlah personel yang turun akan disesuaikan.
"Pada dasarnya pemakaman harus segera dilakukan, tidak mengenal pagi atau malam, terik atau hujan, pemakaman akan dilakukan dengan sesegera mungkin, hanya saja jumlah personelnya disesuaikan. Terlebih jika hujan rawan terpeleset karena area menjadi licin," katanya.
Baca juga: Depok buka rekrutmen relawan pemulasaraan jenazah pasien COVID-19
Baca juga: Pemakaman jenazah secara COVID-19 di TPU Pondok Ranggon berkurang
Baca juga: Kisah polisi jadi relawan pemulasaran jenazah COVID-19
Protokol Kesehatan
Zukhruf menambahkan bahwa pada awal masa pandemi, ada rasa cemas yang memenuhi pikiran saat harus turut serta memakamkan jenazah dengan protokol kesehatan.
Kendati alat pelindung diri yang dikenakan sudah memadai, dan protokol kesehatan sudah diterapkan dengan sangat ketat namun rasa cemas tetap muncul.
"Rasa cemas itu terkadang masih muncul hanya tidak secemas saat awal-awal pandemi dulu, berserah diri, berdoa dan mematuhi protokol kesehatan menjadi kunci untuk menjadi berani.
Terlebih lagi, dia mengakui bahwa ada terselip rasa bangga saat mengenakan baju hazmat dan bisa melakukan sesuatu atas dasar kemanusiaan," katanya.
Dibalik rasa cemas ada rasa suka dan bangga menjadi bagian dari tim yang dapat melakukan sesuatu atas dasar kemanusiaan, melakukan sesuatu untuk sesama, katanya.
Menurut dia seluruh tim bekerja dengan giat dan selalu bersemangat. Setelah kembali dari tugas dan juga saat pulang ke rumah mereka akan membersihkan diri sesuai protokol kesehatan.
"Agar anak dan istri di rumah tetap terlindungi kami selalu menerapkan protokol kesehatan saat pulang ke rumah wajib membersihkan diri dan melakukan dekontaminasi sebelum pulang dan juga wajib mandi sebelum bertemu anak istri," katanya.
Dia juga menambahkan bahwa tim selalu siaga selama 24 jam, dan selalu siap kapanpun tugas memanggil.
Bahkan, mereka selalu mengupayakan telepon seluler mereka selalu dalam keadaan aktif, dalam kondisi apapun, karena tugas kemanusiaan bisa datang kapan saja terlebih saat pandemi COVID-19 seperti sekarang ini.
Sementara itu, Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Purbalingga, Umar Fauzi berharap seluruh personelnya selalu bersemangat dalam menjalankan tugas melayani masyarakat.
"Terhadap nilai-nilai kemanusiaan baik itu saat melakukan proses pemakaman, saat melakukan penanganan bencana seperti pohon tumbang, longsor dan lain sebagainya harus didasari dengan ketulusan dan keikhlasan," katanya.
Dia mengatakan bertugas untuk kemanusiaan berarti tidak hanya sekedar menjalankan kewajiban, tetapi harus puas dan bahagia jika telah melayani dan membantu sesama.
Hal itu sangat tepat, karena pada masa pandemi COVID-19 kebahagiaan saat melayani dan membantu sesama memang diperlukan para relawan, sebagai bahan bakar semangat mereka.
Semangat itu dibutuhkan saat harus turun ke lokasi bencana, saat tengah malam terjadi longsor, saat harus turun ke lokasi banjir kala hujan deras, atau bahkan saat melakukan pemakaman dengan protokol kesehatan.
Semangat tak boleh padam. Karena bagi mereka, melakukan sesuatu bagi sesama, adalah kebahagiaan yang seutuhnya.
Baca juga: Pengurus jenazah COVID-19: Pemulasaran adalah panggilan hati
Baca juga: Sembilan jenazah dipindahkan dari pemakaman COVID-19 Bungus Padang
Baca juga: Muhammadiyah: Pengurusan jenazah COVID-19 agar libatkan keluarga
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020