Jakarta (ANTARA) - Peringatan Hari Pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November setiap tahunnya, di kondisi pandemi COVID-19 seperti saat ini, tidak bisa dinafikan bahwa tenaga kesehatan layak dinobatkan sebagai pahlawan di tengah pandemi.
Karena tenaga kesehatanlah yang memberikan pertolongan kepada masyarakat yang tertular COVID-19 agar tidak jatuh sakit lebih berat. Lebih lagi, mencegah korban meninggal dan menolong nyawa banyak orang.
Namun sayangnya virus corona jenis baru yang nama resminya adalah SARS CoV 2 itu begitu cepat menular dan begitu ganas ketika ilmu pengetahuan tentang virus tersebut masih belum banyak dihimpun oleh para ahli. Alhasil, korban meninggal akibat COVID-19 begitu banyak dan tak terelakkan, juga menimpa para tenaga medis, termasuk dokter dan perawat.
Berdasarkan data dari Tim Mitigasi COVID-19 Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI), sebanyak 159 dokter Indonesia yang gugur karena terpapar COVID-19 per tanggal 8 November 2020.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyebutkan bahwa pandemi COVID-19 yang diibaratkan perang, sementara tenaga kesehatan seperti dokter adalah ratu dari pertempuran yang harus dilindungi agar tidak gugur lebih dulu karena virus.
Sebab, hilangnya nyawa seorang dokter akan berdampak pada pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat agar setiap penduduk Indonesia dapat mengakses layanan kesehatan.
Dalam acara diskusi tentang Peringatan Hari Pahlawan di Masa Pandemi sekaligus Peluncuran Podcast LaporCOVID-19, Ketua Tim Mitigasi PB IDI dr Adib Khumaidi mengatakan pandemi COVID-19 yang merupakan perang melawan virus, harus menjaga paramedis sebagai pasukan khusus.
"Apa yang harus dijaga? Ya, kesehatannya. Kalau bisa, jangan sampai ada lagi yang meninggal. Karena satu dokter yang meninggal dipersepsikan dengan 265 juta penduduk, maka sekitar 30.000 orang akan kehilangan," kata Adib, menjelaskan.
Adib mengatakan pada minggu lalu sebanyak 152 dokter yang meninggal akibat COVID-19. Namun pada awal pekan ini bertambah menjadi 159 dokter meninggal karena COVID-19. Menurutnya, masih terdapat tenaga medis dan tenaga kesehatan yang terpapar COVID-19 terkait protokol kesehatan.
Berdasarkan data dari Tim Mitigasi IDI, beberapa penyebab paparan COVID-19 pada dokter terjadi saat menangani pasien COVID-19 secara langsung, saat menangani pasien umum di fasilitas kesehatan, maupun tertular di lingkungan komunitasnya.
"Ada satu, dua, tiga rekan sejawat kami yang dirawat dalam waktu bersamaan karena terpapar COVID-19. Kami coba telusuri problemnya apa? Kendornya protokol kesehatan yang terjadi di masyarakat juga kemungkinan terjadi pada kita tenaga medis, tenaga kesehatan," kata Adib.
"Pesan tetap waspada itu harus selalu disampaikan. Jangan sampai nanti ada persepsi bahwa COVID-19 ini takdir. Yang namanya penyakit nanti juga ada yang sakit, ada yang meninggal," kata Adib melanjutkan.
Berdasarkan data dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Tahun 2020, dokter yang dimiliki Indonesia sebanyak 230.685 orang. Dari data tersebut, sebanyak 149.231 orang merupakan dokter umum, 34.466 orang merupakan dokter gigi, 4.480 orang merupakan dokter gigi spesialis, dan 42.528 orang merupakan dokter spesialis. Namun data tersebut kini dipastikan menjadi berkurang lantaran banyaknya tenaga dokter yang meninggal di masa pandemi COVID-19.
Adib mengatakan kondisi mental dan fisik tenaga medis yang menangani pasien COVID-19 di lapangan sedang diuji ketahanannya karena pandemi yang tak berkesudahan ini.
Oleh karenanya, dia berharap agar intervensi penanganan COVID-19 di Indonesia benar-benar dilakukan oleh setiap elemen, mulai dari pemerintah hingga masyarakat, guna menekan angka kasus baru.
“Kita harus tetap sadar bahwa COVID-19 adalah problem kesehatan. Intervensinya ya harus intervensi kesehatan. Maka, tenaga kesehatan dan tenaga medis harus menjadi unsur atau tenaga yang harus dilindungi keselamatan dan kesehatannya," kata Adib.
Upaya mencetak dokter
Melihat kondisi pandemi COVID-19 tak berkesudahan yang terus menelan korban jiwa dari tenaga medis, seperti dokter, perawat dan lainnya, maka pemerintah memikirkan berbagai cara agar Indonesia tidak terus kehilangan tenaga dokter.
Beberapa kebijakan disesuaikan pada masa pandemi ini yang tujuannya untuk menghemat sumber daya yang sudah ada serta untuk mempercepat produksi dokter baru yang saat ini sedang sangat dibutuhkan.
Ketua Konsil Kedokteran Indonesia Putu Moda Arsana menyatakan pihaknya saat ini mengupayakan percepatan produksi dokter di Indonesia dengan menyesuaikan regulasi terkait persyaratan proses kelulusan dokter.
Moda mengatakan KKI bersama dengan kementerian dan lembaga terkait, seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, kolegium profesi, dan lainnya, berupaya mempercepat proses produksi dokter di Indonesia.
Baca juga: Menyambut pahlawan masa kini
“Kami akan berusaha mempercepat regulasi yang terkait dengan KKI, untuk segera mempercepat pendidikan supaya kebutuhan itu bisa terpenuhi,” kata Moda.
Baca juga: Kemensos meriahkan Hari Pahlawan dengan sejumlah kegiatan virtual
Dia menjelaskan bahwa pandemi COVID-19 mengubah cara-cara pencapaian dan pelaksanaan praktik kedokteran yang sudah ada sebelumnya.
Baca juga: Ketua DPD: Anugerah gelar Pahlawan jadi kebanggaan bagi daerah
Praktik pendidikan kedokteran yang sebelumnya lebih sering banyak menangani langsung pasien, kini diupayakan menggunakan metode daring untuk mengurangi risiko penularan COVID-19. Masa pengabdian dokter yang sebelumnya ditempatkan di berbagai daerah di Indonesia, kini diprioritaskan pada wilayah yang dekat dengan domisili dokter baru. Namun Moda memastikan bahwa upaya percepatan kelulusan dokter baru ini tidak akan mengurangi kompetensi dokter tersebut.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020