"Jadi kalau tadi ditanya bagaimana dengan mafia pertambangan. Saya bilang tunggu saja tanggal mainnya," katanya di Banjarmasin.
Denny mengaku Satgas telah mendapatkan beberapa laporan dugaan mafia pertambangan khususnya tambang batubara di wilayah Kalsel.
Menurut Denny Kalimantan Selatan adalah penghasil batubara namun ironisnya masih saja mengalami krisis listrik.
"Ini kondisi konkrit bagaiamana daerah kaya batubara yg diekspor ke luar negeri, menghasilkan devisa bagi negara tetapi listrik malah mati. Mengapa demikian?. Jawabnya sederhana ada mafia pertambangan," kata Denny.
Denny mengaku menerima laporan dugaan markus kasus korupsi pemungutan retribusi jalan bekas "landing site` eks Pertamina di Barito Timur Kalteng.
"Saya juga dengar ada puluhan orang diberangkatkan umroh. Ada apa ini?. Tapi tunggu saja tanggal mainnya," kata Denny lagi.
Wakil Ketua Bidang Investasi Kadin Kalsel, Muhammad Solikin mengakui Kadinda Kalsel telah melaporkan beberapa dugaan mafia kasus kepada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.
Salah satu yang adalah dugaan korupsi di Barito Timur Kalteng dengan terdakwa dirut PT Puspita Alam Kurnia Teja Kurnia dan Dirut PT Sumber Borneo Yufanda H Jahrian.
"Kasus ini janggal. Ini dikriminalisasi karena investor yang membangun jalan justru dipidanakan padahal pembangunannya dengan uang swasta tak ada uang negara," kata M Solikin dengan nada tinggi.
Menurutnya kasus ini digunakan untuk menyerobot proyek yang telah dikerjakan investor sebelumnya.
Solikin menengarai ada dugaan konspirasi di balik itu, dan laporan BPKP dibuat secara tak cermat dan tendensius. "Pasal-pasal yang dituduhkan bisa diperdebatkan dan terkesan menjebak," kata Solikin.
Solikin menjelaskan kasus ini bermula ketika ada investasi pembangunan jalan yang dilakukan PT Puspita Alam Kurnia (PAK) dengan pola bagi hasil bersama PemKab Barito Timur selama jangka waktu 18 tahun.
Atas dasar kesepakatan itu terbitlah Perda no 5 tahun 2006 tentang investasi infrastruktur jalan dan `landing site` eks Pertamina. Selain itu Bupati Barito Timur juga menerbitkan SK nomor 425 tahun 2008.
Selanjutnya untuk pembangunan jalan tersebut PT PAK menggandeng PT Sumber Borneo Yufanda.
Saat jalan sudah terbangun berdasarkan PP no 5 tahun 2006 dan SK Bupati no 425 tahun 2008 menarik retribusi bagi pengguna jalan sebesar Rp28 ribu.
Namun Polda Kalteng menilai Perda dan SK Bupati tersebut cacat hukum. Karena itu pemunggutan retribusi jalan tersebut tidak berdasar hukum dan dinilai sebagai pungutan liar.
Dalam kasus ini dirut PT PAK Teja Kurnia dan Dirut PT SBY H Jahrian dituduhkan telah melakukan korupsi Rp18 miliar. (*)
J004/E001
Pewarta: Ricka Oktaviandini
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010