Banda Aceh (ANTARA News) - Polda Aceh melepas empat orang yang sebelumnya diduga tersangka teroris dan ditangkap di Banda Aceh Senin awal pekan ini (12/4), dan keempatnya menandaskan bahwa mereka bukan teroris.

"Kami bukan teroris, namun diperiksa sebagai saksi oleh polisi. Kami hanya beberapa jam diintograsi, kemudian dilepas Selasa pagi (13/4)," kata seorang dari mereka, Ibrahim, yang ditemui di rumahnya Kelurahan Beurawe, Kota Banda Aceh, Sabtu.

Ibrahim bin Abdullah (39) bersama dengan dua keponakannya, yakni Muzakkir dan Risnal, mengaku ditahan beberapa jam di Mapolda sebagai saksi, bukan tersangka.

"Saat itu saya bersama dua keponakan memang sangat kaget dan terkejut ketika aparat mendatangi rumah ruko. Kami mengetahui setelah sampai di Mapolda Aceh bahwa polisi menyebutkan kami terkait jaringan teroris," tambahnya.

Didampingi pengacaranya, Ramli Husen SH, ia mengakui memang memiliki hubungan dengan tersangka teroris Haris yang tewas ditembak polisi dalam penyergapan di Desa Glah, kawasan Ulee Kareeng.

"Kami memang mengenal Haris yang telah tewas itu. Tapi sekedar orang sekampung dengan isteri saya di Pangwa, Pidie Jaya. Tapi, soal latar belakang dan masa lalu dia, saya tidak mengetahuinya," jelasnya.

Ibrahim membantah kabar bahwa Haris adalah karyawan perusahaannya, PT Tan Subra, yang bergerak bidang jasa konstruksi dan pengadaan bibit bakau.

"Pertanyaan-pertanyaan dari aparat kepolisian itu saya jawab apa adanya. Jadi, tidak benar jika saya pernah mempekerjakan Haris meski tersangka itu memang sempat meminta proyek, bahkan pernah minta menjadi pemegang kuasa di perusahaan saya untuk ikut tender," katanya.

Awal perkenalan dengan Haris terjadi pada 2007 yang waktu itu Haris memperkenalkan diri dari sebuah LSM asal Kuwait.

"Saya kenal dengannya saat sama-sama bersilaturahim hari raya di Pangwa. Hanya sebatas itu, dan memang dia beberapa kali menemui saya untuk minta perusahaan guna didaftarkan sebagai peserta tender di Banda Aceh, namun tidak berhasil. Kemudian, saya tidak melayani lagi permintaan dia," paparnya.

Ibrahim yang pernah berkunjung ke Istana Negara dan bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 17 Agustus 2009 itu mengaku kaget ketika ditangkap dan diduga terkait jaringan teroris Aceh.

"Saat digerebek dan ditangkap, saya dan dua keponakan sedang di kantor, lantai dua rukonya. Waktu itu saya pikir semacam permainan dengan datangnya aparat kepolisian bersenjata lengkap. Bahkan, saya persilahkan polisi masuk," katanya.

Mereka kemudian dibawa ke Mapolda Aceh.  "Kami tidak melawan dan takut, sebab yakin kami tidak bersalah dan menuruti seluruh perintah polisi," tambah Ibrahim.

Di Mapolda Aceh, ia menjawab dengan tenang pertanyaan-pertanyaan polisi. "Kami hanya santai aja, karena yakin tidak ada masalah dengan hukum selama ini," tambahnya.

Sedangkan barang bukti yang disita polisi saat penangkapannya, kini semuanya telah dikembalikan karena memang tidak ada bukti bahwa dirinya tidak terlibat jaringan teroris.

"Yang jelas perkenalan saya dengan Haris itu sebatas warga sekampung dengan isterinya. Haris menikahi perempuan asal kampung Pangwa, Pidie Jaya. (*)

A042/A011/AR09

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010