Hal ini yang menjadikan teknologi perlindungan tanaman (pestisida) sebagai faktor penting sarana pertanian bagi para petani Indonesia. Sehingga menyebabkan produk pertanian menjadi rentan pemalsuan karena tingginya permintaan pasar

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian (Kementan) bersama CropLife Indonesia memberikan apresiasi terhadap upaya penegakan hukum (anti pemalsuan) terhadap Satuan Reskrim Polres Subang, Jawa Barat yang sukses mengungkap sejumlah kasus pemalsuan pestisida.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy mengatakan, upaya ini sejalan dengan program ketahanan pangan yang menjadi program utama dalam kebijakan pembangunan pertanian berkelanjutan Indonesia.

" Kondisi perubahan iklim dunia mendorong pertumbuhan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang masif di area-area pertanian di Indonesia," ujarnya dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Sabtu.

Sarwo Edhy yang sekaligus Ketua Komisi Pestisida RI itu mengatakan, produk perlindungan tanaman menjadi salah satu teknologi yang sangat penting bagi petani dalam upaya menjaga produktivitas serta efisiensi pengolahan lahan-lahan pertanian yang ada.

"Hal ini yang menjadikan teknologi perlindungan tanaman (pestisida) sebagai faktor penting sarana pertanian bagi para petani Indonesia. Sehingga menyebabkan produk pertanian menjadi rentan pemalsuan karena tingginya permintaan pasar," ujarnya.

Padahal, lanjutnya, untuk memiliki izin edar haruslah mengikuti aturan dan ketentuan yang berlaku. Pendaftaran pestisida harus melalui kajian ilmiah serta mengacu pada standar nasional dan internasional.

Pada 16 September 2020, Satuan Reskrim Polres Subang berhasil mengungkap praktek pemalsuan pestisida di wilayah Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Kapolres Subang AKBP Aries Kurniawan Widiyanto, menjelaskan, pihaknya telah menangkap tersangka BW (41 tahun) warga Binong, Kabupaten Subang yang memalsukan pestisida sejak 4 bulan lalu.

Pestisida yang dipalsukan terdiri dari berbagai merk antara lain Dupont Pexalon 106 SC, Regent 50 SC dan Round Up 486 SL.

"Barang bukti berupa ribuan botol pestisida bekas, ratusan label palsu, jerigen berisi cairan kimia dan berbagai peralatan produksi ditemukan di rumah tersangka yang juga menjadi tempat produksi," sebut AKBP Aries.

Tersangka mengaku dalam setiap kali produksi, berhasil membuat 5-6 dus berbagai jenis dan ukuran pestisida palsu yang kemudian dijual ke daerah Serang Banten. Dalam setiap penjualan keuntungan bersih yang didapat sekitar Rp1,5 juta.

Atas perbuatannya tersebut tersangka BW dijerat Pasal 123 dan atau Pasal 124 Undang-undang RI
Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, dan Pasal 62 Ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat 1 huruf (e) Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 7 tahun dan denda paling besar 5 miliar rupiah.

Kapolres Subang juga menyampaikan komitmennya ke depan dalam memerangi peredaran produk palsu di wilayah kerjanya.

Executive Director CropLife Indonesia Agung Kurniawan dalam audiensinya ke Mapolres Subang mengatakan, diperlukan pendekatan secara holistik dalam penanggulangan dan pengungkapan peredaran pestisida palsu dan ilegal.

"Apresiasi pantas diberikan untuk aparat hukum yang aktif memberantas kejahatan yang merugikan pertanian Indonesia ini," kata Agung.

Penghargaan diterima langsung oleh Kapolres Subang AKBP Aries Kurniawan Widiyanto dan Kasat Reskrim Polres Subang AKP M. Wafdan Muttaqin.

Menurut Agung sukses yang dicapai Satuan Reskrim Subang perlu disampaikan ke masyarakat luas untuk menimbulkan kepedulian bersama dalam mengatasi pemalsuan pestisida, memberikan efek jera bagi pelaku, serta dapat menginspirasi aparat penegak hukum di wilayah Indonesia lainnya.

Baca juga: Kementan dan produsen terus perangi peredaran pestisida palsu

Baca juga: Pasar pestisida palsu diperkirakan Rp400 miliar

Baca juga: Banyak daerah tak sediakan anggaran pengawasan pupuk dan pestisida

Pewarta: Subagyo
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020