Sanaa (ANTARA News/AFP) - Pemberontak Huthi hari Rabu mengecam sebagai "tidak benar" laporan kelompok hak asasi manusia HRW yang mendesak gerilyawan Syiah itu dan pemerintah Yaman menyelidiki tuduhan pelanggaran hukum perang selama konflik mereka.
Kelompok pemberontak di Yaman utara itu mengatakan dalam sebuah pernyataan, laporan Human Rights Watch (HRW) yang dikeluarkan di Dubai pekan lalu berisikan tuduhan-tuduhan yang tidak benar, dan mereka mendesak kelompok hak asasi manusia yang berpusat di New York itu mengunjungi sendiri wilayah Saada untuk melakukan penyelidikan.
"Kami menekankan bahwa tuduhan-tuduhan ini tidak benar dan anda diterima dengan baik untuk melakukan penyelidikan lapangan," kata pernyataan itu.
HRW mengatakan, kedua pihak mungkin telah menyerang dan membahayakan warga yang tidak berperang selama babak perang enam bulan mereka yang berakhir dengan gencatan senjata pada Februari.
Berdasarkan atas wawancara dengan para pengungsi yang meninggalkan wilayah Saada, HRW mengatakan, "pasukan pemerintah mungkin telah membom secara membabi-buta daerah-daerah sipil, yang mengakibatkan kematian warga sipil".
"Pasukan Huthi mungkin juga telah melakukan eksekusi-eksekusi cepat dan mereka ditempatkan di daerah-daerah penduduk dengan melanggar hukum," katanya.
Laporan HRW itu juga menuduh pemberontak tersebut melakukan penjarahan dan menggunakan tameng manusia, dan melarang warga sipil meninggalkan zona perang, meski untuk mencari perawatan medis.
HRW mengakui bahwa para penelitinya tidak bisa membuktikan kebenaran banyak klaim itu karena mereka tidak bisa menjangkau daerah-daerah di wilayah utara yang bergolak.
Pemberontak utara dan pemerintah menyetujui gencatan senjata untuk mengakhiri perang di kawasan tersebut pada Februari. Sejumlah gencatan senjata sebelumnya tidak berhasil ditegakkan.
Gencatan senjata yang mulai berlaku Jumat (12/2) itu merupakan upaya terakhir pemerintah untuk mengakhiri pemberontakan di wilayah utara yang telah menewaskan ribuan orang dan mengakibatkan 250.000 orang mengungsi.
Kelompok pemberontak Zaidi atau Huthi, nama almarhum pemimpin mereka, berpangkalan di daerah pegunungan di perbatasan Arab Saudi, dimana mereka terlibat dalam pertempuran dengan pasukan Yaman dan Saudi.
Pasukan pemerintah terlibat dalam pertempuran sporadis dengan kelompok Syiah itu sejak 2004.
Kekerasan di Yaman bagian selatan juga meningkat dalam beberapa waktu terakhir ini ketika separatis yang memprotes pemerintah Presiden Ali Abdullah Saleh bentrok dengan pasukan keamanan yang menewaskan tiga polisi dan lima pemrotes.
Ketegangan meningkat di Yaman selatan setelah seorang pemrotes tewas ditembak polisi pada 13 Februari. Insiden itu menyulut kerusuhan dimana separatis membakar pertokoan milik orang utara dan berusaha memblokade sebuah jalan utama.
Pihak berwenang melakukan operasi keamanan dan menangkap sekitar 180 orang di provinsi-provinsi selatan.
Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh telah mendesak rakyat Yaman tidak mendengarkan seruan-seruan pemisahan diri, yang katanya sama dengan pengkhianatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaeda memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.
Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaeda AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.
AQAP menyatakan pada akhir Desember, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.
Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaeda. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.
Sanaa menyatakan, pasukan Yaman membunuh puluhan anggota Al-Qaeda dalam dua serangan pada Desember.
Kedutaan Besar Inggris di Sanaa juga menjadi sasaran rencana serangan bunuh diri Al-Qaeda yang digagalkan aparat keamanan Yaman pada pertengahan Desember.
Sebuah sel Al-Qaeda yang dihancurkan di Arhab, 35 kilometer sebelah utara ibukota Yaman tersebut, "bertujuan menyusup dan meledakkan sasaran-sasaran yang mencakup Kedutaan Besar Inggris, kepentingan asing dan bangunan pemerintah", menurut sebuah pernyataan yang dipasang di situs 26Sep.net surat kabar kementerian pertahanan.
Selain pemberontakan, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini. (M014/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010