Banyumas (ANTARA) - Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia sejak bulan Maret 2020 dan belum diketahui kapan berakhirnya telah berdampak terhadap berbagai sektor kehidupan termasuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Tidak sedikit pelaku UMKM yang mengeluhkan penurunan omzet penjualan, mengalami masalah dalam distribusi barang, dan kesulitan lainnya akibat pandemi COVID-19.

Akan tetapi hal itu tidak dirasakan oleh Kusen (42), warga Desa Sunyalangu RT 05 RW 05, Kecamatan Karanglewas, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Pria yang menekuni usaha di bidang industri gula semut atau gula merah kristal itu justru mengalami peningkatan pesanan hingga dua kali lipat sejak terjadinya pandemi.

Bahkan, usaha yang digeluti Kusen bersama istrinya, Suwinah (41) sejak tahun 1998 itu terbilang sukses meskipun harus merangkak dari nol dan penuh perjuangan.

Kesuksesan yang diraih pria beranak tiga itu juga tidak lepas dari keberaniannya untuk mengajukan kredit usaha rakyat (KUR) melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Karanglewas.

"Usaha ini kami tekuni sejak tahun 1998 setelah kami berumah tangga," kata Kusen didampingi istrinya, Suwinah.

Awalnya, dia bekerja sebagai penderes nira pada sejumlah pohon kelapa di pinggir hutan hingga desa. Itupun berbagai hasil dengan tetangga dan nira kelapanya dibuat menjadi gula semut.

Akan tetapi saat itu gula semut meskipun belum begitu laku dijual karena masyarakat belum banyak yang mengenalnya.

Kendati demikian, hal itu tidak mematahkan semangat Kusen dan istrinya untuk terus memroduksi gula semut.

Kusen saat mengecek kualitas gula semut. ANTARA/Sumarwoto

"Jatuh bangunnya juga luar biasa, susah. Sudah dibikin, kadang sudah sampai di pengepul itu enggak laku, sampai lima hari, bahkan 10 hari, sudah diambil sembako dan segala macam, sudah dilakukan pembayaran, itu gula sama sekali enggak laku," kata Suwinah menambahkan.

Oleh karena itu, gula semut tersebut dibawa pulang kemudian diolah lagi untuk dijadikan gula kelapa cetak.

Kondisi tersebut terus berlangsung hingga tahun 2001 dan selanjutnya, sejak tahun 2005 pasar gula semut mulai bergairah karena mulai banyak masyarakat yang tahu dan pemasarannya mulai lancar.

"Kami pun tidak putus asa, mulai dari selisih Rp100-Rp150 dari gula cetak tetap kami lakukan dengan tekad demi jajan anak, tetap kami bikin," katanya.

Saat memulai usahanya, Kusen hanya mencoba membuat gula semut berkisar 2-3 kilogram dan selang beberapa tahun kemudian mulai meningkat hingga 10 kilogram per hari dan sempat mencapai 20 kilogram dengan memanfaatkan nira dari 60 pohon kelapa pada periode tahun 2005-2009.

Meskipun pasar gula semut cenderung makin potensial, saat itu Kusen belum berpikir untuk mengajukan kredit modal usaha ke perbankan, sehingga hanya mengandalkan fasilitas pinjaman dari pengepul berkisar Rp100 ribu hingga Rp1 juta untuk kebutuhan peralatan dan sebagainya.

Hingga akhirnya pada tahun 2010, Kusen memberanikan diri mengajukan KUR melalui BRI Unit Karanglewas untuk pengembangan usaha meskipun ada kekhawatiran terkait dengan persyaratan dan permasalahan lainnya.

"Tadinya jual perhiasan untuk menambah modal usaha, namun akhirnya memberanikan diri mengajukan KUR BRI dengan niat baik, mudah-mudahan dibukakan jalan, dipercaya bank, dan jangan sampai mengecewakan. Awalnya kami mendapatkan pinjaman sebesar Rp12 juta untuk jangka waktu satu tahun," katanya.

Ia mengaku bersyukur karena lancar dalam membayar angsuran yang selalu dibayarkan sebelum jatuh tempo.

Bahkan ketika angsurannya tinggal tiga kali pembayaran, dia mendapatkan penawaran untuk mengajukan kredit lagi.

"Pengajuan KUR ke BRI ternyata sangat mudah dan manfaatnya sangat kami rasakan. Bahkan, kami hingga saat ini sudah empat kali mengajukan pinjaman mulai dari yang pertama sebesar Rp12 juta, kemudian Rp25 juta, Rp50 juta, dan terakhir mengajukan Kupedes sebesar Rp100 juta," katanya.

Menurut dia, fasilitas kredit dari BRI itu digunakan untuk pengembangan usaha gula semut yang kian maju karena banyak diminati konsumen dari dalam dan luar negeri.

Oleh karena itu, Kusen pun mulai mengembangkan usahanya dengan melibatkan 40 pekerja untuk mengolah gula semut serta 40 petani penderes nira kelapa.

"Bahkan sejak pandemi, pesanan gula semut kami melonjak dua kali lipat. Dari pemesanan yang 5 ton per minggu menjadi 10 ton per minggu dan sampai sekarang lancar tanpa kendala," katanya.

Dia pun tidak mengajukan relaksasi kepada BRI atas kredit yang diberikan kepadanya karena usaha yang dijalaninya tetap eksis di tengah pandemi.

Bahkan, Kusen beserta istrinya optimistis jika UMKM khususnya industri gula semut tetap kokoh di tengah resesi ekonomi yang dihadapi Indonesia.

Terkait dengan produk gula semut yang dihasilkannya, dia mengaku telah ekspor ke sejumlah negara, salah satunya Spanyol meskipun dilakukan melalui pihak lain.

Sementara itu, Manajer Pemasaran Mikro BRI Kantor Cabang Purwokerto Dani Redian mengakui bahwa Kusen merupakan sosok yang ulet dalam menekuni UMKM gula semut.

"Dia itu dari penderes nira kelapa kemudian memulai usaha gula semut yang diawali dengan membuat gula cetak lebih dulu hingga akhirnya mengajukan KUR," katanya.

Menurut dia, pembayaran angsuran yang dilakukan Kusen selalu lancar sehingga tidak ada catatan buruk pada BRI.

Bahkan saat sekarang, Kusen turut membantu menyebarkan informasi terkait dengan produk-produk BRI termasuk KUR kepada warga sekitarnya.

"Pak Kusen justru merekomendasikan penderes nira kelapa yang menjadi mitranya untuk bisa mendapatkan KUR. Dia ikut memantau setiap tanggal berapa mereka membayar angsuran termasuk memberi saran agar jangan buru-buru mengajukan pinjaman terlalu besar," katanya.

Menurut dia, Kusen juga tidak memanfaatkan kebijakan relaksasi kredit yang diberikan kepada pelaku UMKM pada masa pandemi COVID-19 karena sampai sekarang usahanya masih lancar.

Lebih lanjut, Dani mengakui pandemi COVID-19 cukup berdampak terhadap pelaku UMKM khususnya di Kabupaten Banyumas.

"Makanya, kami berterima kasih dengan adanya program pemerintah yang memberikan stimulus, relaksasi, dan sebagainya karena sangat membantu pelaku UMKM karena pandemi benar-benar berdampak. Sebagai contoh, mayoritas UMKM di Purwokerto ini portofolionya 68 persen itu memanfaatkan KUR dan 32 persen itu kredit umum," katanya.

Menurut dia, stimulus dan relaksasi yang diberikan pemerintah sangat bermanfaat bagi pelaku UMKM sehingga mereka mulai mencoba untuk bangkit di tengah pandemi.

Ia mengatakan berdasarkan data, BRI Kantor Cabang Purwokerto sejak tanggal 28 Maret hingga 31 Oktober telah melakukan restrukturisasi 25.129 debitur kredit umum maupun KUR dengan "outstanding" sebesar Rp574 miliar.

"Khusus KUR, kami sudah restrukturisasi Rp303 miliar dengan jumlah debitur sekitar 18.200. Sisanya berarti komersil," katanya.

Perhatian yang diberikan pemerintah kepada UMKM selama ini sangatlah besar di antaranya melalui fasilitas KUR yang manfaatnya sangat dirasakan para pelaku UMKM dalam mengembangkan usahanya.

Namun ketika para debitur KUR tersebut merasa kesulitan dalam pembayaran angsuran akibat dampak pandemi, pemerintah pun memberi kemudahan melalui berbagai kebijakan seperti relaksasi, subsidi bunga, dan sebagainya demi membangkitkan UMKM di tengah pandemi.

Kendati demikian, tidak semua pelaku UMKM tidak memanfaatkan kebijakan relaksasi atas tanggungan kreditnya karena usaha yang mereka geluti masih dirasa mampu bertahan di tengah pandemi COVID-19 seperti halnya yang dilakukan Kusen.

Bahkan, apa yang dilakukan Kusen dapat menjadi contoh dan motivasi bagi pelaku UMKM untuk tetap bisa eksis di tengah pandemi COVID-19 meskipun masih ada tanggungan kredit di perbankan.

Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020