Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antarbank Jakarta, Selasa sore melemah 10 poin menjadi Rp9.020-Rp9.030 per dolar dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.010-Rp9.030, karena pelaku melakukan aksi lepas terhadap rupiah.

Namun, tekanan terhadap rupiah terutama disebabkan aksi Bank Indonesia (BI) masuk ke pasar untuk menahan kenaikan rupiah lebih lanjut, kata pengamat pasar, Edwin Sinaga di Jakarta, Selasa.

Edwin Sinaga yang juga Dirut PT Finan Corpindo Nusa mengatakan, BI masuk ke pasar untuk menahan gerakan rupiah yang terus menguat, akibat aliran dana asing yang masuk terus terjadi.

Selain itu juga adanya permintaan dari eksportir agar kenaikan rupiah dapat dihambatnya, ujarnya.

Menurut dia, sejumlah eksportir mengeluh kenaikan rupiah yang terlalu cepat membuat mereka kesulitan untuk menetapkan harga jual produk, selain itu daya saing produk mereka di pasar ekspor menjadi berkurang.

Pemerintah, lanjut dia, melalui BI harus segera melakukan upaya untuk menjaga rupiah tidak bergerak naik lebih jauh lagi. "Kami optimistis pemerintah akan melakukan yang terbaik bagi para eksportir," katanya.

Menurut dia, pasar memang masih positif terhadap rupiah dan mata uang itu masih berpeluang kembali naik. Namun, keluhan dari eksportir mengakibatkan otoritas moneter berusaha menjaga mata uang lokal itu agar kenaikannya tidak begitu cepat, ucapnya.

Sementara itu, para eksportir mengeluhkan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan mengharapkan adanya intervensi pemerintah untuk menjaga kestabilan rupiah.

Eksportir Indonesia otomatis sangat terpukul dan tidak bisa hidup karena itu," kata Anggota Bidang Pemasaran DPP Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo) Njoto Suhardjojo, di Jakarta,

Njoto meminta, pemerintah melakukan intervensi untuk mempertahankan nilai tukar rupiah agar tidak terus berfluktuasi sehingga mendorong sektor riil untuk bisa berkembang lebih baik.

"Waktu nilai tukar rupiah Rp11.000 per dolar AS, Bank Indonesia langsung melakukan intervensi, kenapa yang sekarang diam saja," ujarnya.(H-CS/F004)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010