Kupang (ANTARA News) - Pengamat hukum pidana Dr Karolus Kopong Medan SH.MHum menduga ada makelar kasus (markus) dalam kasus pembunuhan Paulus Usnaat (45) pada 3 Juni 2008 dalam sel tahanan Mapolsek Nunpene di Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Seharusnya yang lebih bertanggungjawab dalam kasus ini adalah Kapolsek Nunpene dan petugas jaga pada saat itu. Saya menduga ada markus sehingga penanganan kasus ini menjadi tidak jelas arahnya," kata Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang itu, Senin.
Penyidik Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) telah menetapkan empat orang sebagai tersangka pelaku, yakni Aloysius Talan, Baltasar Talan, Emanuel Talan dan Agustinus Talan (mantan Ketua DPRD Timor Tengah Utara).
Agustinus Talan malah terpilih lagi menjadi anggota DPRD Timor Tengah Utara pada pemilu legislatif tahun lalu dari Partai Golkar.
Namun, hingga berakhirnya masa penahanan empat orang tersangka itu, penanganan atas kasus tersebut juga belum tuntas hingga kini.
Sebelumnya, kuasa hukum tersangka Agustinus Talan, Gustaf Yacob SH menduga Polda NTT melindungi empat anggota Polsek Nunpene yang diduga kuat sebagai tersangka pelaku pembunuhan Paulus Usnaat dalam tahanan.
"Saya melihat ada upaya dari polisi untuk melindungi tersangka lainnya dalam kasus ini. Padahal jelas, yang harusnya menjadi tersangka utama adalah anggota Polsek Nunpene yang bertugas saat korban dibunuh, bukan tiga orang petani itu. Mereka tidak tahu apa-apa itu," katanya.
Pelaksana Tugas Kabag Humas Polda NTT, Kompol Octo Riwu mengatakan, penyidik sudah melakukan pemeriksaan atas empat anggota Polsek Nunpene, namun tidak menemukan adanya bukti pendukung soal keterlibatan mereka dalam kasus pembunuhan tersebut.
Keempat petugas kepolisian Nunpene yang bertugas pada malam kejadian itu adalah Briptu Lalu Usman, Bripda Mateus Quelo, Bripda Firman C Yuhono, dan Bripda Yustinus Ken.
"Mereka dikenakan hukuman disiplin kepolisian dan saat ini sedang dalam tahanan sel Mapolda NTT, karena lalai dalam melaksanakan tugasnya atau tidak melaksanakan prosedur tetap (Protap) dalam mengawal seorang tahanan," katanya menjelaskan.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan Polda NTT, Usnaat yang dituduh telah menghamili Idolina Talan (16), seorang siswi SMP di TTU itu dibunuh oleh tiga orang kerabat Agustinus Talan, yakni Baltazar Talan, Emanuel Talan dan Aloysius Talan.
Dalam pengembangan hasil penyidikan serta keterangan dari tiga orang tersangka pelaku pembunuhan tersebut menyebutkan bahwa Agustinus Talan yang juga Ketua DPRD dan Ketua DPD Partai Golkar TTU itu yang menyuruh mereka untuk menghabisi Usnaat dalam tahanan Mapolsek Nunpene.
Usnaat dipolisikan karena tidak bertanggungjawab dan tidak mengakui perbuatannya menghamili Idolina Talan, anak dari Aloysius Talan (salah seorang tersangka pelaku pembunuhan).
Agustinus Talan menganggap nama baik serta citra keluarga besar Talan ternoda karena kehamilan Idolina Talan di luar sebuah pernikahan yang sah.
Kopong Medan mengatakan kasus pembunuhan atas Paulus Usnaat dalam tahanan Mapolsek Nunpene itu sebenarnya sudah cukup bukti untuk diproses lebih lanjut, jika mengacu pada hasil pemeriksaan berita acara pemeriksaan (BAP) Polda NTT.
"Jika dugaan keterlibatan anggota Polsek Nunpene itu terbukti, Polda NTT harus berjiwa besar untuk mengungkapnya. Memang aneh juga jika pembunuhan dalam tahanan polisi sama sekali tidak diketahui oleh petugas jaga pada saat itu," katanya.
Ia menambahkan jika tiga saudara Talan itu sampai akhirnya membunuh Paulus Usnaat dalam tahanan Mapolsek Nunpene, rasanya sangat tidak logis karena sel tahanan wajib dalam penjagaan petugas kepolisian.
"Jika benar terbukti bahwa tiga saudara Talan itu yang membunuh, berarti ada konspirasi dengan petugas kepolisian yang bertugas pada malam itu. Jika ada konspirasi, misalnya, pasti ada perintah dari atas. Sangat tidak mungkin petugas kepolisian bertindak gegabah seperti itu," katanya.
Ia menduga ada markus dalam kasus pembunuhan Usnaat sehingga persoalan yang sudah terang menjadi kabur di tangan aparat kepolisian sendiri.
(T.L003/E001/P003)
Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010