Jakarta (ANTARA) - Mantan pegawai PT Herbiyono Energi Industri, Calvin Pratama, menjelaskan soal aliran uang untuk Rezky Herbiyono, termasuk dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014-2016 Hiendra Soenjoto.

"Yang masuk ke rekening saya banyak. Saya hanya ingat bulan Desember (2015) secara berturut-turut sekitar 10 atau 9 kali, yang lainnya beberapa kali, kemarin saya juga diminta mutasi rekening saja," kata Calvin di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Calvin menjadi saksi untuk dua terdakwa yaitu mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyanto. Keduanya didakwa menerima suap sejumlah Rp45,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014-2016 Hiendra Soenjoto dan gratifikasi senilai Rp37,287 miliar dari sejumlah pihak pada periode 2014-2017.

Hakim dalam kesempatan itu membacakan rincian uang yang dikirimkan Hiendra ke Rezky melalui rekening Calvin dengan cara setor tunai yakni pada 16 Oktober 2015 sebesar Rp1,515 miliar, 28 Desember 2015 sebesar Rp2,5 miliar, 29 Desember 2015 sebesar Rp1,8 miliar dan 22 Januari 2016 sebesar Rp5 miliar.

Baca juga: Mantan karyawan ungkap pembelian kebun sawit oleh menantu Nurhadi
Baca juga: KPK tegaskan tetap cari tersangka Harun Masiku

"Apakah ini betul?" tanya Hakim.

"Betul Yang Mulia, atas perintah Rezky, caranya kalau tidak setor tunai ya tarik tunai," jawab Calvin.

Menurut Calvin, bekas bosnya, Rezky Herbiyanto memang melarang dirinya untuk melakukan transfer langsung tapi harus menggunakan tarik atau setor tunai.

"Karena memang normalnya dikasih rekening ya perintahnya tarik setor tunai," tambah Calvin.

Dalam dakwaan disebutkan Nurhadi dan Rezky telah menerima uang dari Hiendra seluruhnya sejumlah Rp45,726 miliar melalui 21 kali transfer ke rekening Rezky Herbiyono, Calvin Pratama, Soepriyono Waskito Adi dan Santoso Arif pada periode 2 Juli 2015 - 5 Februari 2016 dengan besaran bervariasi dari Rp21 juta sampai Rp10 miliar.

"Selain dari Pak Hiendra ada lagi mungkin sekitar Rp15 miliar atau Rp17 miliar ya," ungkap Calvin.

Baca juga: KPK pastikan kembangkan perkara Nurhadi ke arah TPPU
Baca juga: KPK sempat amankan dan periksa istri Hiendra Soenjoto

Setelah uang masuk ke rekening Calvin, biasanya Rezky memberikan kertas kecil berisi intruksi apakah uang itu ditukarkan ke mata uang asing, diberikan langsung ke Rezky atau ditransfer ke pihak lain.

"Selama saya bekerja sih pernah ditukar ke mata uang asing antara lain dolar AS, dolar Singapura atau yen Jepang," ungkap Calvin.

Uang-uang tersebut pun digunakan untuk keperluan pribadi Rezky.

"Setahu saya buat pribadinya misalkan buat gaji pegawai, misalkan buat beli mobil mungkin, buat beli tas tapi saya sama sekali tidak dapat bagian karena memang transaksi apapun masuk ke rekening saya atas nama Rezky dilimpahkan lagi 100 persen," tambah Calvin.

Calvin pun pernah mengambil cek ke kantor Hiendra pada sekitar akhir 2015 atau awal 2016.

"Saya diminta Rezky pagi-pagi mengambil titipan cek ke kantor Pak Hiendra. Begitu sampai di sana saya bilang saya mau ambil titipan Pak Rezky dan sudah disiapkan kemudian saya suruh tanda tangan tanda terima kemudian saya lapor ke Rezky, ceknya saya tidak pernah lihat karena itu di amplop tertutup hanya itu saja terus kemudian ceknya ini saya antar ke Rezky di Patal Senayan," ungkap Calvin.

Baca juga: KPK dalami peran teman selama pelarian Hiendra Soenjoto
Baca juga: KPK tangkap Hiendra Soenjoto di salah satu apartemen di BSD

Meski tidak melihat cek itu, Calvin mengaku ia menerima 6 lembar cek yang total nilai seluruhnya Rp10-11 miliar.

Dalam dakwaan disebut Rezky melalui Calvin Pratama membuat perjanjian dengan Hiendra yaitu Hiendra akan memberikan "fee" pengurusan administrasi terkait penggunaan "depo container" sebesar Rp15 miliar dengan jaminan cek bank QNB Kesawat atas nama PT MIT senilai Rp30 miliar, padahal pada kenyataannya Hiendra Sonjoto tidak punya dana pengurusan perkara.

"Saya dikasih surat yang sudah ada nama Hiendra Soenjoto kesepakatan untuk pengurusan dan utang-piutang untuk saya tanda tangan, saat itu masih tidak ada tanda tangan Pak Hiendra, lalu dijelaskan Rezky, Vin tanda tangan ini, kita mau mengurus pekerjaan 'due dilligent' plus pengurusan sertifikat' karena memang saya legal dan tidak ada pekerjaan ya saya tanda tangan saja 2 dokumen itu, tapi setelah itu tidak ada tindak lanjutnya," ungkap Calvin.

Perjanjian itu adalah untuk jasa pengurusan tanah milik Hiendra yang digunakan untuk "depo container".

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020