Samarinda (ANTARA News) - Pada pertemuan antara KPK dengan sejumlah LSM di Balikpapan, akhir pekan lalu, ada hal menarik terlontarkan dari Ketua Presedium Gabungan LSM Se-Kaltim yang menilai bahwa "hukum belum sepenuhnya menjadi panglima di Indonesia".
"Penegakan anti korupsi dan berbagai persoalan di Indonesia akan berhasil jika hukum benar-benar menjadi panglima bukan sebagai alat untuk saling menjatuhkan atau bagian dari alat kekuasaan," kata Ketua Presedium Gabungan LSM Se-Kaltim, Bakchruddin di Balikpapan.
Dalam pertemuan yang dihadiri oleh Wakil Ketua KPK dan Humas Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samad Riyanto dan Johan Budi itu, Bahckruddin menyatakan bahwa dalam praktiknya penegakan hukum belum sepenuhnya menjadi panglima.
"Misalnya, jika ingin melakukan penegakan hukum, maka KPK harus memulainya dari Jakarta, yakni semua pejabat yang terindikasi dan memiliki bukti kuat melakukan korupsi harus diusut jangan pilih kasih," papar dia.
Dalam kesempatan itu, ia juga mengingatkan bahwa banyak laporan yang terlontarkan memiliki "misi tertentu sehingga KPK benar-benar mencermati kemungkinan ada unsur politis dalam laporan tersebut.
Ia memaparkan bahwa kini kekuatan opini publik bisa "memaksa" lembaga penegakan hukum termasuk pemegang kekuasaan di Indonesia mengambil tindakan yang kadang-kadang bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Misalnya, rekomendasi DPR terhadap Boediono yang kini menjadi Wapres dan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait kasus Bank Century telah menimbulkan opini publik bahwa mereka sudah menjadi tersangka. Seharusnya, KPK cepat memproses kasus itu agar diketahui pihak yang paling bertanggung jawab sehingga benar-benar menjadikan hukum sebagai panglima.
Ia menambahkan bahwa menjadikan hukum sebagai panglima di dalam sistem kenegaraan di Indonesia, maka hal yang belum berjalan sesuai harapan sejak era reformasi bergulir adalah menyangkut perubahan perundang-undangan kelembagaan hukum seperti Mahkamah Agung dan lembaga peradilan pada umumnya serta advokat.
"Secara substansial, sistem hukum utama materil dan formil masih berasal dari kolonial. KUHP dan KUHAP meski telah diratifikasi namun nuansa sebagai produk klasik warisan Belanda sangat kental," papar dia.
Malah, imbuh dia, pada hukum perdata harus segera direvisi karena hukum materil perdata Indonesia masih merupakan terjemahan Burgelijk Wetboek (BW).
"Contoh nyata bahwa hukum masih belum menjadi panglima bisa dilihat dari produk UU yang dibuat oleh ekskutif dan legislatif, banyak di antaranya sebenarnya hanya untuk kepentingan suatu kelompok yang bersifat instan merespon kebutuhan sesaat, kita lihat sendiri berapa kali UU Otonomi Daerah (Pemerintahan Daerah) direvisi, yang ternyata isinya hanya untuk kepentingan tertentu dari suatu departemen," papar dia.
Dengan alasan keterbatasan waktu, Bibit tidak sempat menanggapi hal itu, namun usai acara Humas KPK Johan Budi mengaku bahwa pihaknya akan memilah-milah berbagai laporan yang masuk ke KPK termasuk dari sejumlah LSM di Kaltim karena prinsipnya mereka sangat hati-hati dalam menangani sebuah kasus.
"KPK sangat hati-hati karena lembaga ini tidak mengenal adanya SP3 (surat Perintah Penghentian Penyidikan) bila terbukti langsung ke pengadilan dan harus menang," katanya. (Ant/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010