Pemerintah perlu lebih bijak dalam menangani persoalan karhutla dengan mengurangi aspek penindakan hukum
Jakarta (ANTARA) - Kalangan akademisi menyatakan penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sebaiknya difokuskan kepada aspek edukasi, sosialisasi, dan dukungan yang bersifat antisipasi serta pencegahan.
Untuk itu, pemerintah perlu lebih bijak dalam menangani persoalan karhutla dengan mengurangi aspek penindakan hukum.
Penegakan hukum atas kasus karhutla, menurut pengajar hukum lingkungan Universitas Prasetya Mulya Rio Christiawan di Jakarta, Rabu, gencar dilakukan pemerintah dalam lima tahun terakhir, baik secara litigasi (melalui peradilan), maupun secara nonlitigasi (tidak melalui pengadilan) seperti penegakan hukum yang dilakukan berbagai instansi terkait.
Baca juga: Darurat karhutla di Riau berakhir, BNPB tarik empat helikopter
Dalam perkembangannya, melalui Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), konsep pertanggungjawaban dalam kasus karhutla dinyatakan mengacu pada asas pertanggungjawaban strict liability.
Apabila mengacu model pertanggungjawaban strict liability, tambahnya, maka penting bagi pemilik konsesi untuk menjalankan tindakan bersifat preventif agar tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan di konsesi yang dikelola.
Pentingnya langkah preventif maupun langkah penanganan tersebut akan membantu pembuktian posisi bersalah atau tidaknya pemegang konsesi.
"Dengan adanya perubahan konsep strict liability di dalam UU Cipta Kerja, maka peraturan pemerintah menjadi sangat penting sebagai penegasan,” ujarnya dalam dialog dan bedah buku virtual yang berjudul "Strategi Menangani Perkara Kebakaran Hutan dan Lahan".
Rio yang juga penulis buku "Strategi Menangani Perkara Kebakaran Hutan dan Lahan" itu menyarankan setiap perusahaan aktif dalam tindakan bersifat preventif terutama antisipasi dan pencegahan karhutla.
Untuk itu, pemegang konsesi harus berkoordinasi bersama pemerintah maupun memberdayakan masyarakat sekitar, seperti misalnya pembentukan komunitas desa peduli api.
Sementara itu, Managing Director Sustainability Sinarmas Agribusiness and Food Agus Purnomo mengatakan pihaknya memiliki komitmen dan program berkaitan pencegahan karhutla yang diwujudkan perusahaan dengan program Desa Makmur Peduli Api yang melibatkan 32 desa untuk menekan angka kebakaran lahan. Selain itu, kebijakan ini juga melibatkan 10 ribu personel tanggap darurat untuk pemadaman api.
"Program ini berdampak positif bagi perusahaan. Ini terbukti, sekitar 99,5 persen lahan perusahaan tidak terimbas kebakaran pada 2019," katanya.
Pihaknya menilai terbitnya buku "Strategi Menangani Perkara Kebakaran Hutan dan Lahan" membantu pembaca dengan memperkenalkan cara pandang terhadap permasalahan karhutla yang konstruktif dan positif.
Para pengelola kebun diajak untuk mendalami berbagai tahapan permasalahan karhutla, sejak pencegahan sampai persidangan dan tahapan banding ke tingkat tertinggi.
Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kalapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengatakan petani sawit tidak akan berperilaku bodoh untuk membakar ataupun membuka lahan dengan cara membakar, karena, petani memahami dan mematuhi regulasi pemerintah.
"Yang harus diwaspadai, tindakan provokasi pihak tertentu yang ingin membakar lahan lalu menuduh pemicunya adalah petani atau masyarakat. Sebab, kebakaran hutan dan kebun sawit itu dipicu iklim ekstrim sebagaimana terjadi di negara-negara lain. Kami petani Apkasindo juga menjaga desa dan kebun melalui pembentukan satgas tanggap api," ujar kandidat doktor ilmu lingkungan ini.
Baca juga: Perusahan perkebunan sawit miliki peran strategis cegah Karhutla
Baca juga: Cegah karhutla, BPBD Nagan Raya-Aceh gencarkan sosialisasi
Pewarta: Subagyo
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020