Jakarta (ANTARA News) - Indonesia perlu menerapkan sanksi hukum berupa hukuman kerja sosial bagi pelaku tindak pidana korupsi -selain hukuman kurungan badan yang menjadi hukuman pokok- untuk membuat efek jera bagi koruptor, kata pengamat sosial Sujarwo.
Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu, Sujarwo mengatakan, sanksi hukum kerja sosial tersebut juga telah diterapkan di Rusia (ex Uni Soviet) yang terbukti dinilai mampu mengurangi dan menimbulkan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi di negara tersebut.
Mantan praktisi pers itu menyatakan ketidaksetujuan terhadap wacana usulan hukuman mati bagi koruptor karena dinilai melanggar hak asasi manusia (HAM) dan tidak manusiawi. "Indonesia memiliki dasar negara Pancasila yang penerapan hukuman mati bagi koruptor akan bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila," katanya.
Menurut Sujarwo, hukuman mati dapat dinilai melanggar hak-hak normatif manusia, salah satunya melanggar hak hidup setiap warga negara.
"Oleh karena itu saya mengusulkan agar aspek pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan harus ditingkatkan, sehingga agar narapidana khusnsya koruptor tidak lagi mengulangi perbuatannya," katanya.
Sujarwo mengakui, hukuman mati bagi koruptor yang diterapkan di negara China dan Latvia, telah menjadikan indeks korupsi di kedua negara tersebut kini rendah, serta investasi asing berduyun-duyun menanamkan modalnya ke negara tersebut.
Kendati demikian, penggagas buku "The God's Initial Montirisme" tetap meminta pemerintah Indonesia dan DPR segera merevisi UU perpajakan dan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk memasukan sanksi hukum kerja sosial bagi pelaku koruptor.
"Dengan hukuman kurungan badan dan kerja sosial bagi pelaku koruptor, akan menjadi tontonan menarik masyarakat yang akhirnya dapat membuat jera bagi pelaku tindak pidana korupsi," ujar Sujarwo.
(Ant/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010