Jakarta (ANTARA) - Ketua DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Chriswanto Santoso mengecam penistaan Nabi Muhammad SAW di Prancis dan insiden itu adalah momentum untuk umat Islam menciptakan kemandirian, sehingga tidak tergantung pada produk luar negeri.
"Jangan melakukan unjuk rasa dengan kekerasan, tapi mari membangun kemandirian dan membangun SDM serta memperkuat ekonomi syariah," kata Chriswanto kepada wartawan di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Presiden Jokowi kecam pernyataan Presiden Macron yang hina Islam
Ia mengatakan kemandirian merupakan kunci melepaskan ketergantungan pada produk negara lain, terutama Prancis.
Menurut Chriswanto, dengan kemandirian seperti SDM yang unggul tentu mampu membawa umat andal di berbagai bidang. Dengan begitu, ketergantungan Indonesia terhadap Prancis atau negara-negara lainnya bisa berkurang serta neraca perdagangan bisa dijaga agar seimbang, bahkan selalu surplus.
Ketua DPP LDII mengecam pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron, terkait kartun Nabi Muhammad SAW. Di lain hal, dia juga tidak membenarkan aksi pembunuhan oleh Abdullakh Anzorov terhadap guru yang mempertontonkan karikatur Rasulullah SAW.
"Islam menolak kekerasan dan menyayangkan tindakan yang dilakukan Abdullakh Anzorov. Tapi, kebijakan Macron yang memperbolehkan kartun mengenai Nabi Muhammad kami kecam," kata dia.
Chriswanto mengatakan boikot terhadap produk-produk Prancis bisa menjadi pelajaran bagi negeri itu. Jangan sampai kebebasan berekspresi digunakan untuk menghina agama lain.
Baca juga: Puluhan ribu Muslim protes pernyataan presiden Prancis
Baca juga: Respons pelecehan Nabi Muhammad SAW, MUI ajak boikot produk Prancis
Baca juga: Malaysia prihatin permusuhan terbuka terhadap muslim
Anggota Dewan Pakar DPP LDII bidang pertanian, perkebunan dan peternakan, Arief Iswanto, mengatakan kemandirian, terutama di bidang pangan masih menjadi problematika di Indonesia. "Kemandirian pangan itu penting, karena tantangan pada masa depan adalah kelangkaan pangan," kata dia.
Menurut dia, Indonesia dengan luas 1,9 juta kilometer persegi tetapi masih menjadi importir pangan dan produk turunannya. "Padahal bila dihitung kebutuhan pangan per provinsi, kita bisa menemukan angka produksi dan kebutuhan pangan masyarakat," katanya.
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020