"Mafia hukum termasuk mafia pajak, mafia korupsi, dan lainnya tidak bisa diatasi oleh Satgas Pemberantasan Mafia Hukum yang dibentuk Presiden," kata Ismet Hasan Putro pada diskusi "Mimpi Memberantas Korupsi" yang diselenggarakan sebuah radio swasta, di Jakarta, Sabtu.
Dikatakan Ismet, praktik mafia hukum sudah ada sejak lama dan jaringannya sudah menggurita dan sudah sangat sistemik di institusi hukum.
Agar praktik korupsi dan jaringan mafia bisa diberantas, menurut dia, maka Presiden Yudhoyono bisa memberlakukan darurat korupsi dan memberikan saksi maksimal terhadap pelaku korupsi yang terbukti.
"Misalnya divonis hukuman mati atau hukuman seumur hidup," kata Ismet.
Dikatakannya, hukuman terhadap pelaku korupsi selama ini terlalu ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera.
Ia mencontohkan, pelaku korupsi miliaran rupiah hanya dihukum lima tahun atau tiga tahun.
Pengamat ekonomi ini mencontohkan di RR China, pemerintahnya memberlakukan hukuman mati terhadap pelaku korupsi yang terbukti, sehingga menimbulkan efek jera.
"Hasilnya saat ini praktik korupsi di China menjadi sangat minim dan negara tersebut menjadi negara kaya," katanya.
Menurut Ismet, terkuaknya kasus Gayus Tambunan yang lainnya bisa menjadi pintu masuk mereformasi kebijakan pemerintah di bidang hukum.
Sementara itu, sosiolog dari Universitas Indonesia Thamrin Amal Tamagola tidak sependapat dengan usulan hukum mati terhadap pelaku korupsi.
Menurut dia, persoalan kematian seseorang adalah urusan dengan yang Maha Kuasa dengan manusia.
Thamrin sepakat jika pelaku korupsi yang terbukti dijatuhi hukuman seumur hidup tapi juga diberikan sanksi lainnya seperti membersihkan got di tepi jalan raya atau membersihkan toilet di lokasi publik.(R024/A011)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010