Hal ini disampaikan Pengamat Politik dan Hubungan Internasional, Aria Aditya Setiawan, M.Si di Jayapura, Sabtu menanggapi fenomena globalisasi yang terjadi di kawasan paling timur Indonesia itu.
"Globalisasi memungkinkan sebuah wilayah menjadi ramai akan aktivitas-aktivitas di berbagai segi kehidupan, termasuk di Papua," ujarnya.
Menurut Aria, arus perdagangan, komunikasi dan informasi yang terjadi antara Papua dan daerah-daerah lainnya semakin meningkat dan merefleksikan terjadinya dinamika pertukaran barang, jasa dan manusia itu sendiri.
Dia mengatakan, perdagangan ilegal di Papua yang secara geografis berbatasan langsung dengan negara tetangga Papua New Guinea (PNG) cukup meresahkan.
Aria yang juga Ketua Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) itu berpendapat keadaan tersebut disebabkan minimnya infrastruktur penunjang Pos-pos Lintas Batas (PBL) yang ada di kawasan perbatasan.
"Akibatnya, penyelundupan di wilayah ini sangat mudah terjadi dan jumlahnya banyak," katanya.
Perdagangan ilegal tidak hanya pada barang-barang yang kebutuhan umum, tetapi juga termasuk ganja dan obat-obatan psikotropika.
Untuk mengatasi masalah ini, Aria mengatakan, setidaknya harus ada komunikasi yang baik dan dibangun sejak dini antara masyarakat lokal di Papua dengan pemerintah daerah dalam merespon gejolak yang terjadi tanpa harus menunggu kebijakan pemerintah pusat.
Otonomi khusus Papua, lanjut dia, bisa menjadi pemicu bagi lahirnya partisipasi lokal yang dapat mendorong terbentuknya ruang bagi tumbuhnya transparansi, partisipasi dan akuntabilitas di Papua.
"Keterlibatan pemerintah lokal dan masyarakat lokal sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah-masalah sebagai dampak globalisasi," kata Aria.
(KR-LWA/F001)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010