Makassar (ANTARA) - Sekitar 70 persen dari 32.494 calon jamaah asal Sulawesi Selatan terancam tidak bisa berangkat ke Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah umrah di masa adaptasi kebiasaan baru karena adanya pembatasan usia oleh Pemerintah Arab Saudi bagi jamaah, yakni usia antara 18 hingga 50 tahun.
"Warga yang terdaftar sekarang untuk jamaah umrah di atas 50 tahun itu sekitar 70 persen, sehingga di atas 70 persen ini tentu tidak bisa berangkat karena umur," kata Wakil Gubernur Sulawesi Selatan Sudirman Sulaiman usai menghadiri pertemuan terkait biaya umrah di masa adaptasi kebiasaan baru di Kantor Gubernur Sulsel di Makassar, Senin.
Baca juga: Saudi terima jamaah, asosiasi travel bersiap berangkatkan umat
Baca juga: Jamaah umrah kembali ke Mekkah
Pada pertemuan tersebut, dihadiri sejumlah organisasi pemberangkatan umrah, seperti Kesatuan Tour Travel Umrah dan Haji (Kesthuri) Sulsel, Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia dan Kepala Kanwil Kementerian Agama Sulsel.
Saat ini, pemberangkatan umrah sudah berlangsung dengan berbagai persyaratan yang telah ditetapkan pihak pemerintah Arab Saudi. Pemberangkatan calon jamaah melalui Jakarta dengan penerbangan menggunakan Saudi Airlines.
Mengenai pembicaraan di antara pihak-pihak tersebut, kata Sudirman, Pemprov Sulsel diminta kesiapan Bandara Hasanuddin ketika telah ada penerbangan langsung Makassar-Jeddah yang rencananya dibuka tahun depan.
"Kita akan siapkan itu dengan koordinasi bersama Kemenag Sulsel selama masa adaptasi kebiasaan baru, termasuk di tempat PCR di mana dilakukan. Karena, sekarang belum ada penerbangan dari Makassar langsung, praktis kita menunggu kebijakan selanjutnya," tuturnya.
Selain itu, Pemprov Sulsel mengharapkan adanya panduan dasar COVID-19 bagi jamaah umrah oleh Kemenag, mulai dari persiapan, pemberangkatan hingga kembali ke Tanah Air.
Menanggapi hal ini, Kepala Kanwil Kemenag Sulsel Khaeroni menyampaikan bahwa pelaksanaan ibadah umrah di masa adaptasi kebiasaan baru telah disiapkan, hanya saja masih dibutuhkan pembicaraan terkait hal-hal spesifik, seperti penyakit penyerta, seperti apa yang tidak diperbolehkan untuk melaksanakan ibadah umrah.
Baca juga: Masjidil Haram sambut kelompok jamaah umrah pertama di tengah wabah
"Misalnya penyakit penyerta, bagaimana yang tidak boleh melaksanakan ibadah umrah, misalnya kadar gulanya maksimal berapa untuk melaksanakan ibadah umrah, karena jangan-jangan semua orang punya penyakit penyerta, tetapi harus diketahui penyakit penyerta yang paling berdampak serius dengan COVID-19," urainya.
Ia mengaku belum bisa memastikan berapa jumlah calon jamaah yang akan diberangkatkan perdana di Sulsel pada masa normal baru ini.
Saat ini, koordinasi antar-instansi dinilai menjadi sebuah keniscayaan yang harus dilakukan secara terus-menerus, apalagi terkait pelaksanaan ibadah umrah di masa pandemi COVID-19.
"Kementerian Agama perlu membuat semacam inisiasi untuk menyosialisasikan pelaksanaan umrah yang mungkin saja belum bisa diproduksi oleh jamaah umrah," ujarnya.
Baca juga: Pemerintah berharap Saudi izinkan jamaah Indonesia lakukan umrah
Baca juga: Kesthuri: Biaya umrah dipastikan naik di masa pandemi COVID-19
Pewarta: Nur Suhra Wardyah
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020