Jakarta (ANTARA News) - Marketing PT Inti Karya Megah, Minhui ketika bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mengatakan, mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Paskah Suzetta membeli mobil menggunakan cek.
Minhui memberikan kesaksian itu di Jakarta, Kamis, dalam kasus dugaan penerimaan cek oleh sejumlah anggota DPR dengan terdakwa politisi Partai Golkar, Hamka Yandhu.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga sejumlah anggota DPR menerima cek untuk memenangkan Miranda S. Goeltom dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004.
Munhui bersaksi, Paskah yang juga mantan anggota DPR datang ke perusahaannya yang menjadi penyalur mobil merk Honda pada Juni 2004.
Paskah datang untuk membeli mobil jenis Special Utility Vehicle (SUV), Honda CRV warna coklat keluaran tahun 2004.
Ia menjelaskan, Paskah menggunakan nama M Eri Hamzari untuk dicantumkan dalam Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKP) kendaraan yang dipesan.
Dia juga menyertakan alamat Jl Mendawai No 29, Kramat Pela, Jakarta Selatan dalam dokumen pembelian.
Harga kendaraan tersebut disepakati Rp261,4 juta dari harga penawaran Rp265 juta.
Minhui menjelaskan, Paskah memberikan lima lembar cek kepadanya sebagai pembayaran. Cek yang masing-masing bernilai Rp50 juta itu diterbitkan oleh BII.
"Sisanya dibayar tunai," kata Minhui.
Dalam persidangan sebelumnya terungkap bahwa Paskah Suzetta menerima sejumlah lembar cek senilai Rp600 juta yang diduga suap terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004 dari mantan anggota DPR Hamka Yandhu.
Hal itu diungkapkan oleh Hamka Yandhu ketika bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, dengan terdakwa politisi PDI Perjuangan, Dudhie Makmun Murod.
"Saya serahkan langsung kepada Pak Paskah di sekitar hotel Mulia," kata Hamka ketika bersaksi.
Saat itu, Hamka adalah anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Golkar.
Hamka mengaku menyusul ke hotel tersebut setelah sejumlah anggota DPR mengatakan Ketua Kelompok Fraksi Partai Golkar di Komisi IX itu berada di hotel tersebut.
"Cek itu diserahkan di mobil," kata Hamka.
Menurut Hamka, Paskah yang juga mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas itu tidak menghitung cek yang dia terima.
"Amplop tidak dibuka," kata Hamka singkat.
Tim penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menguraikan, Fraksi Golkar mendapat alokasi cek senilai Rp7,3 miliar dari pengusaha wanita bernama Nunun Nurbaeti yang disampaikan melalui anak buahnya, Ahmad Hakim Safari MJ alias Arie Malangjudo.
Cek itu diambil langsung oleh Hamka Yandhu di ruang kerja Arie di sebuah kantor di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Serah terima cek itu dilakukan setelah pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada 8 Juni 2004 yang dimenangkan oleh Miranda S. Goeltom.
Sejumlah lembar cek yang dimasukkan dalam kantong kertas berlabel warna kuning itu kemudian dibagikan kepada politisi Golkar yang lain, yaitu TM. Nurlif menerima cek senilai Rp550 juta, Baharuddin Aritonang (Rp350 juta), Antoni Zeidra Abidin (Rp600 juta), Akhmad Hafiz Zawawi (Rp600 juta), Bobby Suhardiman (Rp500 juta), Reza Kanarullah (Rp500 juta).
Kemudian Paskah Suzetta (Rp600 juta), Hengky Baramuli (Rp500 juta), Asep Rokhimat Sudjana (Rp150 juta), Azhar Mukhlis (Rp500 juta), dan Martin Bria Seran (Rp250 juta). Sementara itu, Hamka Yandhu menerima bagian paling banyak, yaitu Rp2,25 miliar.
Tim penuntut umum menjelaskan, beberapa hari sebelum penyerahan cek dan pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, anggota Fraksi Partai Golkar telah mengadakan sejumlah pertemuan.
Salah satu pertemuan itu dilakukan di ruang rapat kelompok fraksi Partai Golkar Komisi IX di lantai 14 gedung DPR. Menurut tim penuntut umum, Paskah Suzetta dalam rapat itu menyatakan bahwa Partai Golkar telah memutuskan memilih Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior BI.
"Saat itu juga ada pembicaraan informal tentang dukungan dana," kata penuntun umum Riyono.
Keputusan itu menjadi kenyataan setelah Miranda terpilih dalam pemilihan di Komisi IX DPR beberapa hari berikutnya.
(F008/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010