"Rencana tersebut sangat tidak realistis dan memberatkan masyarakat," kata Ketua Fraksi Gerindra-Bangsa DPRD Kota Depok Muhammad HB, di Depok, Kamis.
Beban pajak PJU selama ini hanya sebesar 3 persen dari total biaya pemakaian daya listrik yang harus dibayar pelanggan PLN setiap bulannya.
Dalam Raperda tentang kelistrikan usulan Pemerintah Kota (Pemkot) Depok tersebut, pada pasal 31 ayat 1 tercantum pungutan pajak penerangan jalan kepada masyarakat atau pelanggan PLN setiap bulannya sebesar 10 persen.
Menurut Muhammad HB, jika Raperda tersebut disahkan maka peranan Pemkot Depok untuk mensejahterakan masyarakat menjadi semakin sulit untuk terwujud.
"Untuk kehidupan sehari-hari saja masih banyak yang sulit apalagi dibebankan dengan pajak yang tinggi," katanya.
Untuk itu, kata dia, perlu dicari jalan tengah agar masyarakat tidak merasa terjerat dan rencana Pemkot Depok dapat terwujud. "Idealnya kalau naik angka 5 persen masih bisa ditoleransi," katanya.
Ia menjelaskan pada tahun 2009, Pemkot Depok memperoleh pemasukan Rp22 miliar dari pajak PJU dan angka tersebut sudah sangat mencukupi untuk membangun penerangan jalan di seluruh Kota Depok.
Anggota DPRD Depok lainnya Siti Nurjanah, dari Fraksi Partai Demokrat (FPD) mengatakan, Raperda usulan Pemkot Depok belum dibahas secara rinci, sehingga DPRD tidak mengetahui alasan Pemkot menaikkan pajak sebesar 10 persen.
"Kenaikan tersebut bisa membuat masyarakat semakin sulit," katanya.
Ia berharap kenaikan 10 persen tidak bisa diloloskan begitu saja. "Kita harus mementingkan kemampuan masyarakat" katanya.
Menurut peraturan pemerintah No 65/2001 mengenai pajak daerah, pajak untuk PJU dibatasi paling tinggi 10 persen, tapi hal tersebut, kata Siti, jangan diterapkan dahulu karena kemampuan masyarakat perlu diperhatikan. (F006/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010