Minyak mentah Brent ke level terendah 35,74 dolar AS per barel, level yang tidak terlihat sejak akhir Mei

Sydney (ANTARA) - Harga minyak mencapai posisi terendah dalam lima bulan dan saham memperpanjang kerugian pada Senin pagi di tengah kekhawatiran tentang permintaan global karena banyak negara kembali ke lockdown yang disebabkan oleh virus corona, sementara pemilihan presiden AS yang akan datang menyebabkan peningkatan kehati-hatian.

Selera risiko telah terpukul dalam seminggu terakhir karena meningkatnya kasus virus corona dan penguncian, kekhawatiran akan prospek pemilihan presiden AS yang diperebutkan dengan ketat, tidak adanya stimulus fiskal AS sebelum pemilihan dan prospek perusahaan yang suram.

Baca juga: Minyak jatuh akibat kekhawatiran permintaan, catat rugi bulanan kedua

Kasus virus corona global melampaui 500.000 pekan lalu dengan Eropa melewati tonggak suram 10 juta total infeksi. Inggris bergulat dengan lebih dari 20.000 kasus baru setiap hari, sementara rekor lonjakan kasus AS menewaskan hingga 1.000 orang per hari.

Dikutip dari Reuters, penguncian baru yang disebabkan oleh virus corona telah menimbulkan kekhawatiran atas prospek konsumsi bahan bakar, mengirim minyak mentah Brent ke level terendah 35,74 dolar AS per barel, level yang tidak terlihat sejak akhir Mei. Minyak mentah AS juga turun serendah 33,64 dolar AS.

Pandangan dan hasil yang mengecewakan dari beberapa perusahaan terbesar di Wall Street pekan lalu, termasuk Apple dan Facebook, semakin memperburuk suasana dan menyeret saham AS lebih rendah minggu lalu.

Baca juga: Wall Street berakhir jatuh terseret sektor teknologi, lonjakan pandemi

Pada Senin pagi, indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang bertahan di dekat posisi terendah satu bulan di 569,86, turun 0,1 persen.

Nikkei Jepang naik 0,6 persen. Saham Australia turun 0,1 persen sementara indeks acuan Selandia Baru turun 0,6 persen.

"Ini akan menjadi minggu yang besar dengan pemilihan AS pada Selasa (3/11/2020) menjadi acara utama," kata ekonom AMP Shane Oliver.

"Pemilihan AS semakin ketat selama seminggu terakhir, membuatnya lebih sulit untuk diprediksi," tambah Oliver.

"Pengetatan kemungkinan akan membebani saham karena ini menyiratkan peningkatan risiko pemilihan yang dipertentangkan dan lebih sedikit peluang stimulus fiskal pasca-pemilihan yang substansial sejauh gelombang biru yang melihat Demokrat memenangkan kursi kepresidenan, kendali Senat dan DPR mungkin agak kecil kemungkinannya."

Menjelang kampanye akhir pekan lalu, Presiden Republik Donald Trump tertinggal dari penantang Demokrat Joe Biden dalam jajak pendapat nasional sebagian karena ketidaksetujuan yang meluas terhadap penanganan Trump terhadap virus corona.

Jajak pendapat di negara bagian yang paling kompetitif yang akan memutuskan pemilihan telah menunjukkan perlombaan yang lebih ketat, masih mendukung Biden.

Dalam mata uang, dolar Australia yang sensitif terhadap risiko tergelincir 0,4 persen menjadi di bawah 70 sen AS untuk pertama kalinya sejak Juli. Dolar Australia terakhir pada 0,7007 dolar AS.

Yen Jepang sedikit menguat menjadi 104,57 per dolar, sementara pound Inggris terakhir melemah di 1,2927 dolar. Euro turun 0,1 persen menjadi 1,1639 dolar.

Itu membuat indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya, naik 0,08 persen.

Baca juga: Dolar naik tipis karena kehati-hatian pemilu AS, lonjakan kasus virus

Namun, kebangkitan risiko setelah pemilihan AS dapat melihat dolar melanjutkan penurunannya dari tertinggi Maret, kata para analis.

Analis JPMorgan mengatakan pasar kemungkinan melihat kemenangan Biden sebagai "netral jangka pendek" tetapi "negatif jangka panjang" karena kebijakan pajak yang diharapkan melebihi manfaat dari paket stimulus besar.

Pada Jumat (30/10/2020), S&P 500 kehilangan 1,21 persen menjadi ditutup pada 3.269,96. Nasdaq jatuh 2,45 persen sedangkan Dow turun 0,6 persen.

Baca juga: Emas "rebound", saat reli dolar AS terhenti dan kasus virus meningkat

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020