Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk menghentikan rakyat negara ini memberikan suara dalam jumlah yang sangat banyak dan mengembalikan demokrasi ini
Detroit/Reading, Pennsylvania (ANTARA) - Sekitar 90 juta warga negara Amerika Serikat tercatat memecahkan rekor jumlah pemberi suara awal pada pemilihan presiden AS, menurut data pada Sabtu (31/10).
Sementara itu, Presiden Donald Trump dan kandidat saingannya dari Partai Demokrat, Joe Biden, berkampanye di seluruh negeri untuk mencoba merebut hati orang-orang yang belum menetapkan pilihan.
Jumlah tinggi pemilih awal, yaitu sekitar 65 persen dari total pemilih pada pilpres 2016, mencerminkan minat kuat pada persaingan antara Trump dan Biden.
Kekhawatiran tentang kemungkinan penularan virus corona di tempat-tempat pemungutan (TPS) suara pada Hari Pemilihan juga telah mendorong lebih banyak orang untuk memberikan suara di TPS lebih dini, atau melalui pos.
Ekonom Universitas Stanford pada Sabtu merilis perkiraan bahwa kampanye-kampanye yang digelar Trump dari Juni hingga September menyebabkan 30.000 orang lagi terinfeksi COVID-19 dan mungkin sebanyak 700 kematian.
Studi tersebut didasarkan pada model statistik dan bukan investigasi kasus virus corona yang sebenarnya. Makalah itu, yang tidak mengutip pakar penyakit di antara para penulisnya, belum ditinjau oleh rekan sejawat.
Tim kampanye Biden, yang secara tajam membatasi jumlah kehadiran orang pada berbagai acara, atau membatasi para pendukung untuk tetap berada di mobil, dengan cepat memanfaatkan temuan Stanford itu.
"Trump bahkan tidak peduli dengan nyawa para pendukung terkuatnya," kata juru bicara kampanye Biden, Andrew Bates, melalui pernyataan.
Para pemilih mengatakan virus corona merupakan topik utama yang menjadi perhatian mereka.
Kedua kandidat hanya punya sisa tiga hari untuk berkampanye.
Trump, asal Partai Republik, menghabiskan hari-hari terakhir kampanyenya --untuk terpilih kembali sebagai presiden-- dengan mengkritik para pejabat publik dan petugas medis yang berusaha memerangi pandemi virus corona, bahkan ketika wabah itu melonjak kembali di seluruh Amerika Serikat.
Sejumlah jajak pendapat menunjukkan posisi Trump tertinggal secara nasional dari Joe Biden sang mantan Wakil Presiden AS.
Namun, kedua kandidat menunjukkan persaingan lebih ketat di negara-negara bagian paling kompetitif --yang akan menentukan hasil pemilihan.
Trump telah berulang kali mengklaim --tanpa bukti-- bahwa surat-surat suara melalui pos rentan terhadap penipuan.
Baru-baru ini, ia menyatakan pendapat bahwa hanya suara yang terkumpul pada malam pemilihanlah yang harus dihitung.
Tim kampanye Trump juga terus berusaha agar larangan pemberian suara dikeluarkan bagi para pemilih yang tidak hadir.
"Saya tidak peduli seberapa keras Donald Trump mencoba. Tidak ada yang saya bisa katakan lagi. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk menghentikan rakyat negara ini memberikan suara dalam jumlah yang sangat banyak dan mengembalikan demokrasi ini," kata Biden.
Ia mengeluarkan pernyataan itu saat berkampanye di Flint, Michigan, tempat mantan Presiden Barack Obama bergabung dengannya dalam kampanye pertama mereka bersama pada 2020.
Trump pada Sabtu melakukan empat kampanye di Negara Bagian Pennsylvania, salah satu medan pertempuran sengit untuk pilpres.
"Kalau kita merebut Pennsylvania, berakhir sudah semuanya," kata Trump pada kampanye besar di Kota Reading, Pennsylvania, sebelum lanjut ke kampanye berikutnya di Kota Butler.
Pejabat di beberapa negara bagian, termasuk Pennsylvania dan Wisconsin, mengatakan perlu beberapa hari untuk menghitung semua surat suara yang dikirimkan lewat pos.
Keadaan seperti itu bisa mengarah pada hari-hari tanpa kepastian, jika hasilnya bergantung pada negara-negara bagian tersebut.
Dalam argumen penutupnya, Biden menuduh Trump sebagai sosok yang suka melakukan perundungan.
Ia juga menekankan betapa Trump kurang punya strategi untuk mengendalikan pandemi, yang telah membunuh hampir 229.000 orang di Amerika.
Selain itu, Biden mengkritik sang petahana atas upayanya untuk mencabut undang-undang perawatan kesehatan Obamacare, juga tentang ketidakpeduliannya pada ilmu pengetahuan menyangkut perubahan iklim.
Sumber: Reuters
Baca juga: AS laporkan lebih dari 100.000 kasus COVID-19 dalam satu hari
Baca juga: Dalam tujuh hari, hampir 500.000 warga AS tertular virus corona
Penerjemah: Tia Mutiasari
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2020