Palu (ANTARA News) - General Manager Pertamina E&P, Hendra Jaya, selaku pelaksana proyek hulu gas Senoro di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah mengatakan, jika proyek gas Senoro beroperasi tidak ada penggusuran desa seperti yang selama ini menjadi isu di masyarakat.

"Tidak pernah ada rencana dari perusahaan untuk memindahkan desa kalau proyek itu berjalan. Meskipun ada lahan yang digunakan untuk memisahkan gas, tapi tidak ada penggusuran," kata Hendra Jaya, saat berdialog dengan anggota DPRD Sulteng, di Palu, Rabu.

Dalam pertemuan tersebut, salah seorang anggota dewan menyampaikan bahwa masyarakat di sekitar lokasi rencana kegiatan pengelolaan gas resah karena ada isu mereka akan digusur.

"Tidak akan pernah ada penggusuran di sana. Kami akan maksimalkan pemanfaatan lahan yang tidak produktif," katanya.

Pada kesempatan itu, Hendra juga memperlihatkan rekaman hasil foto satelit. Dia mengatakan, lahan yang produktif untuk pertanian tidak disentuh oleh perusahaan.

"Kita gunakan sekitar 92 hektare untuk seluruh proses pemisahan gas. Makanya, kita maksimalkan agar tidak menyentuh lahan-lahan pertanian yang masih produktif," katanya.

Pengembangan gas dalam bentuk gas alam cair (Liquid Natural Gas/LNG) Senoro menggunakan struktur bisnis yang memisahkan hulu dan hilir. Sektor hulu terdiri dari dua blok, yakni Senoro-Toili dikembangkan oleh JOB PMTS--konsorsium Pertamina EP dan Medco. Sementara blok Matindok pengembangannya dilakukan oleh Pertamina EP. Cadangan gas di blok Senoro-Toili diperkirakan 1,65 TFC (triliun kaki kubik) dan Blok Matindok sebanyak 0,76 TFC.

Sementara itu pengembangan di sektor hilir dilakukan oleh PT. Donggi Senoro Liquid Natural Gas (DSLNG)--konsorsium Mitsubishi Corporation, PT Pertamina EP dan PT Medco Energi International.

Dirut DSLNG, Andi Karamoy khawatir, calon pembeli dari Jepang akan lari jika dalam waktu satu dua bulan mendatang belum ada persetujuan pemerintah apakah gas tersebut untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri atau ekspor.

"Mestinya kita sudah bangun kilang pada Desember 2009. Tapi sampai saat ini belum ada persetujuan pemerintah," katanya.

Dia mengatakan, jika pembeli lari dan melirik negara lain, renegosiasi dengan calon pembeli lain akan memakan waktu lama, satu hingga dua tahun. Sementara di sisi lain nilai keekonomian gas akan semakin berkurang," katanya. (A055/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010