"Kalau ASN tidak netral, maka pengaruhnya dapat digunakan oleh kekuatan tertentu untuk mempengaruhi pihak lain," kata Emrus Sihombing melalui telepon selulernya, Sabtu.
Menurut Emrus Sihombing, sikap tidak netral ASN misalnya, memberikan dukungan kepada kekuatan politik tertentu, dalam bentuk apapun termasuk mengarahkan kepada ASN lainnya untuk memilih salah satu kandidat pada pilkada serentak tahun 2020.
Baca juga: ASN dan kampanye Pilkada 2020
"Ini sangat tidak baik. Melanggar aturan dan dapat mempengaruhi kualitas pilkada," kata pengajar pada Universitas Pelita Harapan Jakarta ini.
Emrus menjelaskan, ASN sebagai warga negara Indonesia memilih yang merupakan partisipasi politik dalam pilkada, tapi pilihan tersebut digunakan dalam bilik suara pada hari pemungutan suara. "Bukannya untuk mempengaruhi ASN lain atau pihak lainnya," katanya.
Doktor Komunikasi Politik dari Universitas Pajajaran Bandung ini menyatakan, ASN harus mandiri dan bersikap independen terhadap semua kekuatan politik serta tidak berupaya mempengaruhi pihak lainnya.
Di sisi lain, Emrus juga mengingarkan, pasangan calon kepala daerah, tim sukses, maupun partai politik pengusung dan pendukung, untuk tidak mendekati ASN, baik di ruang publik maupun di ruang privat.
"Pasangan calon kepala daerah bersama tim suksesnya agar dapat saling menjaga jarak dengan ASN, baik di panggung depan maupun panggung belakang, sehingga pelaksanaan pilkada dengan azas luber dan jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, dan jujur, adil) tidak terciderai," katanya.
Pilkada serentak tahun 2020 diselenggarakan pada 9 Desember di 270 daerah.
Baca juga: KIPP sebut ada pelanggaran kampanye kepala daerah di Pilkada Surabaya
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020