Dubai (ANTARA News/Reuters) - Pemerintah Yaman dan pemberontak Syiah perlu menyelidiki tuduhan-tuduhan mengenai kejahatan perang dalam konflik mereka di wilayah utara karena saat ini gencatan senjata sedang diberlakukan, kata kelompok hak asasi manusia HRW, Rabu.
"Sudah waktunya mengakhiri kebebasan dari hukuman di tengah penderitaan sipil di Yaman utara," kata Joe Stork, deputi direktur Timur Tengah untuk Human Rights Watch (HRW) yang berpusat di New York dalam sebuah pernyataan.
"Gencatan senjata saat ini merupakan peluang untuk memperkuat perlindungan terhadap warga sipil dengan menyelidiki tuduhan kejahatan perang dan memastikan bahwa korban mendapat perlakuan yang adil," katanya.
Kelompok-kelompok bantuan dan media mengeluhkan bahwa pemerintah membatasi akses ke banyak daerah perang selama pertempuran, yang telah mengakibatkan 250.000 orang mengungsi di negara miskin tersebut.
Sanaa, yang juga menghadapi gerakan pemisahan diri di wilayah selatan, mendapat tekanan gencar internasional agar mengakhiri perang di utara dan memusatkan perhatian untuk memerangi Al-Qaeda.
Selasa, Amnesti Internasional mengatakan, gambar-gambar yang mereka peroleh dari sumber independen menunjukkan bahwa kehancuran dalam perang di utara lebih buruk daripada yang diduga sebelumnya, dan pasar, masjid, tempat pengisian bahan bakar, usaha kecil, sekolah dasar dan puluhan rumah hancur rata.
"Gambar-gambar ini menunjukkan skala nyata dan ganasnya pemboman dan dampaknya pada warga sipil yang terperangkap di dalamnya," kata Philip Luther, deputi direktur regional Amnesti Internasional, dalam sebuah pernyataan.
Pemberontak utara dan pemerintah menyetujui gencatan senjata untuk mengakhiri perang di kawasan tersebut pada Februari. Sejumlah gencatan senjata sebelumnya tidak berhasil ditegakkan.
Gencatan senjata yang mulai berlaku Jumat (12/2) itu merupakan upaya terakhir pemerintah untuk mengakhiri pemberontakan di wilayah utara yang telah menewaskan ribuan orang dan mengakibatkan 250.000 orang mengungsi.
Kelompok pemberontak Zaidi atau Houthi, nama almarhum pemimpin mereka, berpangkalan di daerah pegunungan di perbatasan Arab Saudi, dimana mereka terlibat dalam pertempuran dengan pasukan Yaman dan Saudi.
Pasukan pemerintah terlibat dalam pertempuran sporadis dengan kelompok Syiah itu sejak 2004.
Kekerasan di Yaman bagian selatan juga meningkat dalam beberapa waktu terakhir ini ketika separatis yang memprotes pemerintah Presiden Ali Abdullah Saleh bentrok dengan pasukan keamanan yang menewaskan tiga polisi dan lima pemrotes.
Ketegangan meningkat di Yaman selatan setelah seorang pemrotes tewas ditembak polisi pada 13 Februari. Insiden itu menyulut kerusuhan dimana separatis membakar pertokoan milik orang utara dan berusaha memblokade sebuah jalan utama.
Pihak berwenang melakukan operasi keamanan dan menangkap sekitar 180 orang di provinsi-provinsi selatan.
Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh telah mendesak rakyat Yaman tidak mendengarkan seruan-seruan pemisahan diri, yang katanya sama dengan pengkhianatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaeda memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.
Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaeda AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.
AQAP menyatakan pada akhir Desember, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.
Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaeda. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.
Sanaa menyatakan, pasukan Yaman membunuh puluhan anggota Al-Qaeda dalam dua serangan pada Desember.
Kedutaan Besar Inggris di Sanaa juga menjadi sasaran rencana serangan bunuh diri Al-Qaeda yang digagalkan aparat keamanan Yaman pada pertengahan Desember.
Sebuah sel Al-Qaeda yang dihancurkan di Arhab, 35 kilometer sebelah utara ibukota Yaman tersebut, "bertujuan menyusup dan meledakkan sasaran-sasaran yang mencakup Kedutaan Besar Inggris, kepentingan asing dan bangunan pemerintah", menurut sebuah pernyataan yang dipasang di situs 26Sep.net surat kabar kementerian pertahanan.
Selain pemberontakan, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini. (M014/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010