Saya butuh kader yang punya jiwa raga, fighting spirit. Makanya saya bilang jangan manjakan milenial.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menanggapi secara santai pro kontra yang dibangun sejumlah media massa pasca pernyataannya meminta Presiden Joko Widodo tidak terlalu memanjakan kalangan milenial.
Megawati saat memberikan arahan dalam Rapat Koordinasi Bidang DPP PDIP dengan tema Gerakan Menanam dan Politik Anggaran: Kebijakan Terobosan Investasi, secara daring, Sabtu, mengaku dirinya memantau banyak yang memviralkan pertanyaannya dalam acara partainya 28 Oktober lalu.
"Karena apa? Terus kalau sudah disebut generasi milenial, saya nanya, apa baktinya bagi negeri ini? Lalu jadi malah ada talkshow dan sebagainya. Saya senang saja. Tentu sifatnya pro dan kontra," kata Megawati.
Baca juga: Megawati minta Presiden Jokowi tak manjakan generasi milenial
"Tapi yang lain? Yang saya maksud, berapa banyak rakyat yang sudah kamu tolong? Saya ingin rakyat punya harapan. Partai ini, membawa kemajuan dan kesejahteraan ke depan. Tapi bagaimana (bisa, red) kalau manja? Ya ngamuk lah saya. Bilang milenial tak boleh dimanja. Gara-gara omongan saya, sampai banyak talkshow. Wah keren saya. Padahal ya rakyat Indonesia memang harus digembleng untuk punya fighting spirit, tahu membawa Indonesia maju ke depan, membawa rakyat sejahtera," kata Megawati.
Kepada para peserta rakor PDIP itu, Megawati mempertanyakan alasan mereka terus mengangkat dirinya sebagai ketua umum partai sejak pertama berdiri hingga saat ini.
Menurut dia, pilihan kepada dirinya untuk memimpin partai adalah karena disadari sepenuhnya partai butuh pemimpin yang mengarahkan ke arah kebaikan ke depan, bukan mundur ke belakang.
Namun, sebagai pemimpin tertinggi partai, Megawati mengaku bahwa dirinya kerap masih belum merasa puas sepenuhnya dengan para kader partai yang mayoritas adalah kalangan milenial. Bagi Megawati, kalangan milenial adalah yang lahir mulai tahun 1980-an.
Misalnya, kerap Megawati melihat bahwa masih ada kader yang tak serius saat lagu Indonesia Raya, mengheningkan cipta, dan menaikkan bendera merah putih. Padahal itu adalah protokol kenegaraan.
"Karena apa? Siapa yang akan membela dan menghormati negara kita kalau bukan kita sendiri?" imbuh Megawati.
Baca juga: Megawati instruksikan pembangunan kantor partai di daerah
"Saya butuh kader yang punya jiwa raga, fighting spirit. Makanya saya bilang jangan manjakan milenial. Apa baktinya bagi negeri ini. Bagi saya milenial ini kan itu lahir sekitar tahun 1980-an. Ya kalian ini banyak juga. Jangan mejeng saja. Harus berbuat. Jangan ada di partai ini kalau tidak (berbuat,red)," kata Megawati.
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menambahkan bahwa apa yang disampaikan Megawati adalah pesan bagi kader muda partai, termasuk bagi milenial, bagaimana semua harus berjuang keras memberikan darma baktinya buat bangsa dan negara.
"Apa yang disampaikan ibu ketua umum adalah tantangan menggembleng diri, agar menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, demi memajukan bangsa dan negara," katanya.
Menurut Hasto, sejarah para pendiri Indonesia sudah membuktikannya. Bagaimana Bung Karno, pada usia 16 tahun sudah menggembleng diri dengan membaca banyak buku, berkontemplasi, dan menuliskan berbagai artikel. Isinya menggelorakan dan menggugah kesadaran berbangsa dan negara.
"Itu usia 16 tahun. Itu yang harusnya kita refleksikan. Di masa sulit saja Bung Karno mampu melaksanakan itu, Bung Karno bisa melakukan itu. Begitupun Ibu Megawati, di usia 14 tahun menjadi peserta termuda delegasi Gerakan non Blok di Yugoslavia," jelasnya.
Baca juga: Megawati kesal dirinya dituduh PKI
Baca juga: Peringati Maulid Nabi, Baitul Muslimin ingatkan pentingnya persatuan
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020