Kami menyiapkan beberapa program skala nasional antara lain penggunaan teknologi biopori, pemanfaatan pompa air pada lokasi terdampak banjir, normalisasi saluran air, sarana pengaliran penampung air...

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian (Kementan) berkoordinasi dengan dinas pertanian provinsi serta Balai Perlindungan di setiap daerah untuk menyiapkan program langkah antisipasi fenomena alam La Nina yang dapat menyebabkan terjadinya banjir di lahan pertanian.

Berdasarkan data BMKG, pada periode awal musim hujan di akhir tahun ini diikuti dengan adanya fenomena La Nina yang mengakibatkan peningkatan jumlah curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. Sejumlah wilayah yang terdampak fenomena La Nina antara lain Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Kementan Edy Purnawan mengimbau agar setiap daerah yang terdampak fenomena La Nina segera melakukan langkah-langkah antisipasi.

Baca juga: Mentan paparkan tujuh strategi antisipasi banjir dampak La Nina

"Kami menyiapkan beberapa program skala nasional antara lain penggunaan teknologi biopori, pemanfaatan pompa air pada lokasi terdampak banjir, normalisasi saluran air, sarana pengaliran penampung air, dan asuransi usaha tani padi untuk antisipasi kerugian pada lahan terdampak banjir," kata Edy di Jakarta, Sabtu.

Edy menjelaskan kegiatan tanam pada musim hujan walaupun kebutuhan air tercukupi, namun petani akan banyak menemui kendala dan tantangan. Hal ini dikarenakan padi memang merupakan tanaman yang memerlukan air, tetapi bukan tanaman air.

Di sisi lain, musim hujan juga seringkali menyulitkan petani karena secara umum perkembangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) di musim hujan berlangsung lebih pesat dan mengakibatkan kerusakan tanaman lebih parah. Spalagi jika intensitas serangan dan populasi OPT di musim sebelumnya tinggi yang disebabkan salah satunya oleh anomali iklim.

Baca juga: Kementan tingkatkan produksi dan diversifikasi dukung ketahanan pangan

Dampak fenomena La Nina akan memberikan banyak pengaruh pada tanaman padi dibandingkan kondisi musim hujan yang biasanya.

Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Kalimantan Barat Yuliana Yulinda menjelaskan budi daya tanaman di musim kemarau maupun di musim penghujan sebenarnya sama-sama memiliki risiko gagal panen. Perbedaannya, kata dia, terletak pada penyebabnya saja.

"Curah hujan tinggi tentunya akan menyebabkan kelembaban yang tinggi dan kondisi ini sangat mendukung populasi hama meningkat dan tingkat keparahan penyakit menjadi lebih tinggi," kata Yuliana.

Untuk mengantisipasi hal tersebut UPT Perlindungan TPH Kalbar bersama seluruh petugas POPT telah melakukan beberapa hal sebagai tindakan antisipasi, antara lain monitoring dan evaluasi kondisi iklim, pemantauan perkembangan OPT secara intensif, dan bimbingan kepada petani untuk melakukan penyesuaian kultur teknis budi daya sebagai upaya adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim

Baca juga: Kementan sebut UU Cipta Kerja beri kemudahan petani memulai usaha

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020