Padang (ANTARA News) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, kini menyatakan keprihatinannya atas makelar kasus (Markus) hingga mengajak rekan-rekan dari lembaga bantuan hukum seluruh Indonesia untuk bergabung dan mendeklarasikan `Gerakan Advokat Bersih` (GAB).
"GAB itu penting, sebagai bentuk sekaligus seruan kepada seluruh advokat Indonesia untuk bersatu, bergabung, dan bersama-sama melawan mafia hukum dan peradilan," kata Ketua LBH Jakarta, Muhamad Isnur dihubungi dari Padang, Rabu.
Ajakan tersebut disampaikannya, karena dalam proses transisi demokrasi dalam ruang-ruang politik yang lebih terbuka justru posisi dan peran Advokat Indonesia semakin terdegradasi.
Menurut Isnur, persepsi publik cenderung melihat advokat sebagai profesi negatif yang tergambarkan dari gaya hidup yang mewah dan bergelimang harta, namun tidak peka terhadap ketidakadilan di tengah masyarakat, lebih-lebih seperti yang terlihat baru-baru ini dengan semakin terkuaknya keterlibatan advokat dalam jaringan mafia hukum dan peradilan.
"Profesi advokat Indonesia kini dalam bahaya. Profesi advokat Indonesia lebih sibuk mengurus konflik internal dibanding memikirkan cara bersama-sama lembaga penegak hukum lain untuk memberantas mafia hukum dan peradilan," katanya.
Isnur mengatakan, kondisi demikian tidak bisa dibiarkan. Sementara itu ia masih meyakini banyak advokat Indonesia yang masih memegang teguh sumpah, kode etik advokat dan komitmennya untuk memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Karena itu, advokat Indonesia harus berkumpul dalam satu tujuan dan mendeklarasikan "Gerakan Advokat Bersih" , bersatu, bergabung dan bersama-sama melawan mafia hukum dan peradilan.
LBH Jakarta, setelah menyampaikan seruan dan ajakan itu, akan membahas dalam rapat berikutnya tentang GAB itu dan seluruh advokat di Indonesia diperkenankan mengendorse dan mencantumkan namanya, via email ke gerakan_advokat_bersih@yahoo.com atau sms nama lengkap/identitas ke no kontak person 0815 1001 4395 (Isnur) atau 0858 8369 9373 (Nurkholis).
(T.F011/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010