London (ANTARA) - Sekelompok anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari kelompok oposisi di Inggris melayangkan gugatan terhadap Perdana Menteri Boris Johnson karena ia diduga membiarkan Rusia mengintervensi proses referendum rakyat Inggris keluar dari Uni Eropa.
Menurut para penggugat, PM Johnson gagal memastikan adanya pemilihan umum yang bebas dan adil.
Sebuah laporan yang diterbitkan oleh parlemen, Juli, mengatakan pemerintah gagal mendapatkan informasi mengenai kemungkinan adanya intervensi Rusia saat masyarakat Inggris mengikuti referendum untuk keluar dari Uni Eropa. Dari laporan itu, parlemen juga merekomendasikan badan intelijen Inggris segera menyelidiki lebih lanjut kecurigaan tersebut.
Gugatan yang dilayangkan ke Johnson, Kamis, meminta pengadilan untuk meninjau kembali kebijakan perdana menteri. Penggugat berpendapat pemerintah telah melanggar hak warga untuk mengikuti pemilihan umum yang bebas, sebagaimana diamanahkan dalam Konvensi Eropa untuk Hak Asasi Manusia.
"Kedaulatan dan keamanan negara kami, bersama dengan integritas demokrasi kami, tengah dipertaruhkan, dan pemerintahan ini yang secara sadar menutup mata, tidak dapat dibiarkan," kata salah satu penggugat, Caroline Lucas.
Kantor advokat yang mewakili penggugat, Leigh Day, mengatakan mereka meminta pengadilan untuk turun tangan demi memastikan pemerintah telah memenuhi kewajiban hukumnya. "(Pemerintah, red) memiliki kewajiban untuk menyelidiki secara independen tuduhan bahwa ada intervensi dari Rusia dan melindungi pemilihan umum di masa depan dari pengaruh asing," kata Leigh Day.
Sumber: Reuters
Baca juga: Inggris: tidak ada bukti campur tangan Rusia dalam "voting" Brexit
Baca juga: Laporan parlemen Inggris: Rusia campuri referendum Skotlandia 2014
Baca juga: Inggris perkuat pertahanan dari ancaman Rusia, China di luar angkasa
Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020