Lingga (ANTARA) - Pemilihan kepala daerah di Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau, diklaim banyak pihak sebagai salah satu ajang pertarungan politik yang menarik.

Salah satu penyebab Pilkada Lingga tahun 2020 yakni Alias Wello berupaya "mewariskan" tahta-nya kepada M. Nizar, pendamping-nya ketika memenangkan pesta demokrasi lima tahun lalu di daerah tersebut. Namun Wello bukan berhenti berpolitik, melainkan mengikuti Pilkada Kabupaten Bintan tahun 2020, berpasangan dengan Dalmasri.

Pendamping Nizar pada pilkada di negeri berjuluk Bunda Tanah Melayu itu, Neko Wesha Pawelloy, putra dari Alias Wello.

KPU Lingga menetapkan Nizar-Neko sebagai pasangan Calon Bupati-Wakil Bupati Lingga nomor urut 3. Selain itu, KPU Lingga juga menetapkan dua pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Lingga nomor urut 1 dan 2 yakni Muhammad Ishak-Salmizi dan Riki Syolihin-Raja Supri.

Di Pulau Daik, ibu kota Lingga, contohnya, dinamika politik menjelang pemungutan suara terkesan landai, meski alat peraga kampanye masing-masing pasangan calon tampak di berbagai kawasan.

"Kami orang kecil, tidak begitu paham soal pilkada," ucap Suryati, wanita separuh baya yang mengelola salah satu kedai kopi di Daik.

Suryati pun tidak ingin memperpanjang obrolan soal pilkada, meski sudah memiliki pilihan. "Apa pun hasil pilkada nanti, kami tetap hormati," ucap dia lirih.

Baca juga: PNS Kepulauan Riau tidak netral di Pilkada bisa dipecat

Baca juga: Bawaslu bubarkan dua kampanye Pilkada Serentak 2020 di Riau

Di kedai kopi milik Suryati terdapat puluhan pemuda silih berganti menikmati kopi yang ternama di Daik itu. Mereka bermain "game" dengan menggunakan jaringan internet gratis di kedai kopi tersebut.

Pemuda lainnya duduk berbicara soal politik pilkada. Lima pemuda itu memiliki pilihan yang berbeda berdasarkan pilihan mereka.

"Warga di Daik ini tidak terlalu antusias dengan pilkada. Mungkin karena kondisi pembangunan daerah dan perekonomian yang tidak maju," kata M Salim, salah seorang pemuda di Daik.

Selain itu, kata dia warga Daik juga memiliki sistem kekerabatan yang kuat. Warga tidak ingin kritik pemerintah karena khawatir berdampak negatif terhadap yang bekerja sebagai staf di pemerintahan.

"Kritik yang produktif pun tidak mau diberikan sebagai masukkan untuk pemerintah. Ini yang menimbulkan kesan seolah-olah pemerintahan sudah berjalan dengan baik," ucap-nya, yang Wakil Kepala Bidang Agutasi Dewan Pengurus Daerah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Provinsi Kepulauan Riau.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Lingga Jhony Prasetya mengatakan suhu politik menjelang pilkada tidak meningkat. Bahkan di Pulau Dabo Singkep, yang gadang-gadang tensi politik meningkat, pada kenyataannya tidak. Gairah masyarakat pun belum terlihat untuk berpartisipasi dalam pilkada.

Ia khawatir partisipasi pilkada kali ini tidak terlalu tinggi, apalagi di masa pandemik COVID-19.

Ia mengajak seluruh peserta pilkada dan penyelenggara pemilu untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pilkada sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Pilkada sudah di depan mata. Kami belum melihat penyelenggara pemilu menggiring masyarakat untuk berpartisipasi dalam pilkada," ungkap dia.

Kondisi berbeda justru terjadi dalam dunia maya. Suhu politik menjelang pilkada di Lingga tampak lebih tinggi. Di dunia maya, seperti sejumlah grup facebook yang mayoritas anggotanya warga Lingga, berbagai persoalan politik dibahas.

Koreksi terhadap kinerja petahana dan kinerja penyelenggara pemilu kerap dibahas, dan menjadi perdebatan hangat.

Baca juga: 33 paslon Pilkada 2020 siap berlaga di wilayah Riau

Baca juga: DPS pada Pilkada serentak di Riau sebanyak 2.450.166 orang

Partisipasi Pemilih
KPU Lingga optimistis jumlah partisipasi pemilih di Lingga meningkat. Bahkan Ketua KPU Lingga Julianti menargetkan partisipasi pemilih pada Pilkada 2020 mencapai 80 persen.

"Kalau dilihat dari partisipasi pemilih pada pilkada sebelumnya, dan pilkada terakhir di Lingga lebih dari 70 persen," kata Julianti.

Ia mengatakan setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda, termasuk dalam menyongsong pilkada di Lingga. Ia tidak membantah ada kawasan tertentu yang terkesan tidak begitu antusiasme menghadapi pilkada, namun bukan berarti warga setempat tidak menggunakan hak pilih.

"Bagi kami yang terpenting mereka datang ke-TPS menggunakan hak suara," ujarnya.

Julianti mengemukakan KPU Lingga memiliki jurus untuk mendorong pemilih menggunakan hak suara. KPU Lingga dalam waktu dekat akan menggelar sosialisasi ke berbagai segmen seperti disabilitas, tokoh agama, kelompok marginal dan pemilih pemula.

"Kami mendorong pemilih untuk menggunakan hak suaranya," ucap-nya.

Ia menjelaskan jumlah pemilih pada Pilkada Lingga tahun 2020 mencapai 70.545 orang, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 36.116 orang dan perempuan 34.429 orang. Jumlah Tempat Pemungutan Suara di Lingga sebanyak 244, sementara jumlah kelurahan dan desa mencapai 82.

KPU Lingga juga menetapkan satu TPS khusus di Rutan Dabo Singkep. Jumlah pemilih di rutan itu hanya 33 orang. "Pemilih tersebar di-13 kecamatan," ujarnya.

Ia juga mengatakan penyelenggaraan Pilkada 2020 harus menaati protokol kesehatan. KPU Lingga mengatur waktu pemungutan suara untuk mencegah kerumunan pemilih di TPS.

Masing-masing pemilih melainkan menyiapkan TPS khusus untuk mencegah penularan COVID-19. Di TPS juga disiapkan masker sebanyak jumlah pemilih. Seluruh pemilih juga akan diukur suhu tubuhnya.

"Penggunaan tinta tetes sebagai tanda sudah menggunakan hak suara diberlakukan untuk mencegah penularan COVID-19," katanya.

Kritik
Berdasarkan hasil penelusuran ANTARA, warga menyembunyikan pilihannya pada pilkada. Warga juga menolak memberikan komentar terkait siapa kandidat yang disukai mereka.

"Biarlah kami menyimpan kekecewaan dari hasil pilkada tahun 2016," kata 'A', warga Daik yang meminta diinisialkan namanya.

'A' tidak ingin namanya dipublikasikan lantaran istri-nya merupakan saudara dari salah seorang kandidat pilkada.

Baca juga: PDIP Riau umumkan enam paslon, ada Iyeth Bustami di Pilkada Bengkalis

Sementara 'U', tidak ingin berkomentar soal pilkada karena takut berimbas pada anggota keluarganya yang bekerja di pemerintahan. "Pilihan saya nanti pada saat di-TPS," ucap-nya sambil tersenyum.

Kondisi berbeda justru terlihat dari sejumlah pemuda. M. Salim, Agung dan Rasyid, pemuda di Daik memiliki pilihan yang berbeda, namun tetap bersama. "Kami beda pandangan politik, namun tidak merusak hubungan persahabatan," katanya.

Salim, mantan aktivitas kampus di Universitas Maritim Raja Ali Haji berpendapat tidak melihat perkembangan pembangunan di berbagai sektor kehidupan selama ini. Sejak 13 tahun Lingga ditetapkan sebagai kabupaten, kehidupan warga pesisir masih seperti dahulu. "Lambat berkembang Kabupaten Lingga," ujarnya.

Ia berharap pemimpin yang lahir dari Pilkada 2020 mampu membangun Lingga, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemimpin daerah harus memiliki konsep yang cerdas dan terukur dalam membangun Lingga, bukan sekadar janji politik yang ditebar saat kampanye.

"Kami belum melihat perencanaan pembangunan daerah yang terukur dalam meningkatkan sektor ekonomi, pembangunan dan pariwisata," tutur-nya.

Sementara itu, Agung, salah seorang pemuda di Daik, yang juga mahasiswa di Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang mengatakan pilkada harus memberi hasil yang positif untuk masyarakat Kabupaten Lingga. Pilkada kesempatan untuk melakukan perubahan ke arah perbaikan.

"Rekam jejak kandidat pilkada harus diperhatikan sebagai landasan untuk menggunakan hak pilih," imbuh dia.

Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020