Tercatat hanya 61 persen responden yang merasa yakin dan setuju bahwa nilai Pancasila sangat penting dan relevan dengan kehidupan mereka.

Jakarta (ANTARA) - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengingatkan agar kaum milenial meneruskan semangat Sumpah Pemuda dengan mempersiapkan diri sebagai pemimpin.

"Hari ini, setelah 92 tahun berlalu, saatnya kalian sebagai kaum milenial meneruskan semangat Sumpah Pemuda dengan mempersiapkan diri sebagai pemimpin," kata Bamsoet saat membuka Free Training Online ESQ Leadership Center, "Sumpah Pemuda, Pancasila Untuk Milenial" bersama Ary Ginandjar Agustian secara virtual dari Bali, Rabu.

Sekarang banyak orang penting. Namun, kata Bambsoet, 10 atau 20 tahun mendatang mereka bukan lagi orang penting. Kaum mileniallah yang akan menggantikan mereka menjadi orang penting.

Ikut serta dalam pelatihan ESQ virtual ini sekitar 4.000 siswa SMA, SMK, serta mahasiswa dari berbagai wilayah di Indonesia.

Baca juga: Presiden Jokowi: Sumpah Pemuda membawa energi positif

Dalam kesempatan itu, Bamsoet juga mengajak kaum milenial bersama melakukan introspeksi diri.

Ia pun mempertanyakan apakah Sumpah Pemuda hanya akan menjadi memori kolektif bangsa yang dikenang setiap tahun melalui upacara-upacara di sekolah, lembaga, dan instansi pemerintahan pusat dan daerah atau menjadikannya sebagai legacy kebangsaan yang akan selalu dihidupkan dalam keseharian.

"Mungkin ini pertanyaan retoris. Namun, penting kita tanyakan ke dalam diri masing-masing. Di tangan kalian sebagai generasi muda bangsa, pertanyaan retoris ini saya titipkan sebagai bahan perenungan," katanya.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia itu juga memaparkan survei yang dilakukan di akhir Mei 2020 oleh Komunitas Pancasila Muda dengan responden kaum muda dari 34 provinsi.

Tercatat hanya 61 persen responden yang merasa yakin dan setuju bahwa nilai Pancasila sangat penting dan relevan dengan kehidupan mereka.

Baca juga: Puan: Sumpah Pemuda momentum perkuat persatuan dan gotong royong

Sementaraitu, sebanyak 19,5 persen bersikap netral dan 19,5 persen lainnya menganggap Pancasila sekadar nama yang tidak dipahami maknanya. Selanjutnya, survei CSIS mencatat ada sekitar 10 persen generasi milenial yang setuju mengganti Pancasila.

"Sebelumnya, survei LSI pada tahun 2018 juga mencatat bahwa dalam kurun waktu 13 tahun masyarakat yang pro terhadap Pancasila telah mengalami penurunan sekitar 10 persen, dari 85,2 persen pada tahun 2005 menjadi 75,3 persen pada tahun 2018," ungkap Bamsoet.

Selain itu, dia juga mengingatkan masih adanya sikap generasi muda yang tidak sejalan dengan Pancasila. Hal ini menunjukkan masih ada pekerjaan rumah bagi semua elemen bangsa untuk mengupayakan agar Pancasila lebih dapat diterima generasi muda.

Agar lebih dapat diterima, menurut Bamsoet, pemasyarakatan nilai-nilai Pancasila harus diterjemahkan dalam dunia anak muda.

"Ada beberapa metode yang telah saya gunakan. Misalnya, melalui platform sosial media, seperti Youtube Bamsoet Channel. Di satu sisi, metode ini dapat mendekatkan Pancasila dalam kehidupan keseharian generasi muda," tuturnya.

Di sisi lain, lanjut dia, masuknya konten-konten yang menghadirkan nilai Pancasila dapat menjadi penyeimbang atas masifnya konten dari platform lain yang lebih banyak mengabaikan nilai-nilai kearifan lokal dan jati diri bangsa.

Baca juga: Bahlil: Kemajuan bangsa ada di genggaman pemuda

Ia pun menambahkan di antara sebagian kecil generasi muda yang mempunyai sikap tidak sejalan dengan Pancasila, mereka termasuk generasi muda terpelajar atau berprestasi secara akademik.

"Kondisi ini sedikit banyak menggambarkan bahwa masih ada celah pada sistem pendidikan, terutama pada aspek pendidikan karakter," ujar Bamsoet.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020