Dia mengutip data survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 tentang perilaku masyarakat di masa pandemi COVID-19 menuturkan, sebanyak 17 dari 100 responden yang masih tidak percaya dirinya bisa terkena COVID-19 ini berasal dari kelompok usia 17-30 tahun.
"Yang percaya COVID-19 tidak ada, tidak mungkin menular banyak di usia muda yang banyak berhubungan dengan orang karena mobilitas tinggi, banyak berhubungan dengan orang karena terikat dengan internet. Ini sangat disayangkan, masyarakat kita masih ada saja yang tidak percaya bahkan tidak percaya COVID-19 itu ada," ujar dia dalam peluncuran kampanye #PesanPemuda (Program Edukasi Perilaku Hidup Bersih Sehat dari dan untuk untuk Pemuda) secara virtual, Rabu.
Di sisi lain, Daeng juga menyinggung protokol kesehatan yang belum masyarakat Indonesia terapkan secara menyeluruh dengan berbagai alasan, namun umumnya karena tidak ada sanksi (lebih dari 55 persen) dan menganggu pekerjaan (33 persen).
Menurut data BPS, orang masih enggan menerapkan protokol kesehatan juga karena alasan tidak ada kejadian penderita COVID-19 di lingkungan sekitar mereka (33 persen), harga masker lalu cairan pembersih tangan yang cenderung mahal (23 persen) dan mengikuti orang lain yang tak menerapkan protokol kesehatan (21 persen).
Sejalan dengan temuan BPS ini, dokter Nadia Alaydrus mengatakan, merasa imunitas tubuh lebih baik juga menjadi alasan kalangan pemuda tidak menerapkan protokol kesehatan.
"Memang anak muda masih banyak yang tidak menerapkan protokol kesehatan itu karena merasa imunitas lebih baik sehingga tidak mudah tertular," kata dia.
Nadia tak menampik, rasa jenuh dan ingin kembali ke masa normal sebelum pandemi dirasakan sebagian masyarakat termasuk kalangan muda sehingga ini juga menjadi alasan mereka kemudian enggan mematuhi protokol kesehatan.
Baca juga: Anak muda kebal COVID-19? Ini faktanya
Baca juga: Keluar dari krisis melalui peran wirausahawan muda
COVID-19 pada orang muda
Penasihat senior Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Dr. Bruce Aylward mengingatkan, COVID-19 salah satu penyakit paling serius yang akan Anda hadapi dalam hidup Anda dan bisa dialami siapa saja termasuk kaum muda.
Dia seperti dilansir Time, ia menegaskan, walau risiko komplikasi parah atau kematian jauh lebih tinggi pada orang berusia lebih tua dan mereka yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid, COVID-19 lebih berbahaya bagi kaum muda daripada yang disadari banyak orang.
Hal senada diungkapkan profesor bedah di Rumah Sakit Universitas Pennsylvania di Philadelphia, Dr. Lewis Kaplan. Menurut dia, bahkan orang-orang yang masih muda dan tidak memiliki kondisi kesehatan yang mendasarinya dapat menjadi sangat sakit.
"Tidak ada populasi yang tidak berisiko," kata dia seperti dilansir NBC News.
Merujuk pada fakta tidak ada satu orangpun bisa kebal terhadap COVID-19, maka para pakar kesehatan merekomendasikan tindakan pencegahan menjadi suatu keharusan agar tak terkena penyakit yang sudah diderita sebanyak 396.454 orang di Indonesia itu.
Tindakan pencegahan ini mencakup 3M (menggunakan masker, mencuci tangan selama 60 detik dengan air dan sabun serta menjaga jarak minimal 1 meter), lalu menggunakan hand sanitizer, menghindari jabat tangan dan menghindari kerumunan.
Melihat kondisi ini, dia lalu Nadia tergerak memberikan edukasi yang menyasar anak muda, melalui video di media sosial TikTok. Dia mengatakan, "Ini alasanku terus mengedukasi masyarakat khususnya di kelompok usia 17-30 tahun untuk tetap mematuhi 3M, jangan sampai mereka merasa tidak berisiko. Aku melalui media TikTok yang naik daun banget bisa buat dance menarik dan orang-orang yang menonton bisa tertarik dan menerapkannya."
Baca juga: Anak muda diajak ikut cegah COVID-19 lewat kampanye #PesanPemuda
Baca juga: Ada vaksin, Erick ajak generasi muda tetap lakukan protokol COVID
Baca juga: BTS suarakan anak muda jangan menyerah di masa sulit pandemi COVID-19
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020