Berlin (ANTARA News/AFP) - Menteri Pertahanan Karl-Theodor zuGuttenberg mengakui, Minggu, pasukan Jerman secara tidak sengajamembunuh enam prajurit Afghanistan pada akhir pekan, dan iamengungkapkan bela-sungkawa atas kematian mereka.

PasukanJerman sedang dalam perjalanan untuk membantu yang lain ketika merekadiserang dan melepaskan tembakan ke arah sebuah kendaraan sipil yangmengabaikan peringatan agar berhenti, kata pemimpin angkatan bersenjataJerman itu.

Kementerian pertahanan mengatakan sebelumnya, lima orang Afghanistantewas dalam insiden Jumat larut malam itu, yang terjadi tak lamasetelah pasukan Jerman diserang oleh gerilyawan Taliban yang menewaskantiga prajurit dan mencederai delapan lain.

Dalam konferensi pers yang disiarkan televisi di Bonn, Zu Guttenbergmengungkapkan bela-sungkawa kepada keluarga keenam prajurit Afganistanitu dan juga keluarga tiga prajurit Jerman yang tewas di dekat kotaKunduz, Afghanistan timurlaut.

Kanselir Jerman Angela Merkel menyampaikan rasa simpatinya dalampembicaraan telefon dengan Presiden Afghanistan Hamid Karzai pada Sabtumalam.

Zu Guttenberg juga menekankan lagi komitmen Jerman untuk menjadikan Afghanistan negara yang aman.

Jerman menempatkan sekitar 4.500 prajurit di negara itu, yang bekerjasama dengan pasukan dari sejumlah negara di bawah komando NATO untukmemerangi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Para komandan NATO telah memperingatkan negara-negara Barat agar siapmenghadapi jatuhnya korban karena mereka sedang melaksanakan strategiuntuk mengakhiri perang delapan tahun di negara itu.

Marinir AS saat ini memimpin 15.000 prajurit AS, NATO dan Afghanistandalam Operasi Mushtarak yang bertujuan menumpas militan, yangdiluncurkan menjelang fajar Sabtu (13/2) untuk membuka jalan agarpemerintah Afghanistan bisa mengendalikan lagi daerah Helmand penghasilopium.

Ofensif itu dikabarkan mendapat perlawanan sengit dari Taliban, yangmelancarkan serangan-serangan dari balik tameng manusia dan memasangbom pada jalan, bangunan dan pohon.

Presiden Hamid Karzai memperingatkan bahwa pasukan harus melakukansemua langkah yang diperlukan untuk melindungi warga sipil.

Saat ini terdapat lebih dari 120.000 prajurit internasional, terutamadari AS, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintahPresiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisaTaliban.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkanpemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu olehinvasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpinAl-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangandi wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11September 2001.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO berkekuatanlebih dari 84.000 prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuanmemulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namunkini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi dalam perang lebihdari delapan tahun dengan gerilyawan Taliban, yang memperluaspemberontakan dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibukota dandaerah-daerah yang sebelumnya damai.

Delapan tahun setelah penggulingan Taliban dari kekuasaan diAfghanistan, lebih dari 40 negara bersiap-siap menambah jumlah prajuritdi Afghanistan hingga mencapai sekitar 150.000 orang dalam kurun waktu18 bulan, dalam upaya baru memerangi gerilyawan.

Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahunitu sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan internasional sejakinvasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadapperang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalandan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan danpasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi)mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing diAfghanistan, menurut militer.(M014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010