Washington (ANTARA News) - Pihak berwenang di negara-negara Barat kini sedang meneliti apakah sebuah perusahaan Iran memperoleh katup dan ukuran kevakuman yang digunakan untuk pengayaan uranium melalui perwakilan sebuah perusahaan China, kata laporan Wall Street Journal Sabtu.

Laporan itu muncul pada saat Amerika Serikat berusaha mendapatkan dukungan China untuk putaran baru sanksi kepada Iran, untuk mencegah negara itu dari upayanya mengembangkan senjata nuklir.

Sementara itu Iran berkali-kali menegaskan, bahwa aktivitas nuklirnya adalah sah dan untuk kepentingan damai, mencukupi kebutuhan energi negaranya.Pembelian peralatan itu melanggar sanksi-sanksi ekspor.

Surat kabar itu mengutip seorang diplomat di Wina yang mengatakan, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) dan dinas intelijen negara-negara Barat sedang meneliti masalah itu.

Pemeriksaan itu dipicu oleh surat elektronik (email) pada 14 Januari kepada IAEA.

Email tersebut menuduh sebuah perusahaan Iran, Javedan Mehr Toos (JMT), mendapatkan katup-katup buatan Prancis melalui satu perantara yang diwakili oleh Zheijiang Ouhai Trade Corp, satu perusahaan yang disubsidi oleh Kelompok Jinzhou, yang berkantor pusat di China, menurut laporan.

Para penjabat Barat mengatakan kepada surat kabar itu, bahwa JMT telah bekerja sejak tahun lalu untuk mendapatkan materi-materi nuklir atas nama sebuah perusahaan Iran, Kalaya Electronic Co, yang terlibat dalam riset dan pengembangan sentrifugal, bagian dari upaya Iran untuk mengayakan kapasitas uraniumnya.

Kalaye adalah perusahaan yang termasuk dalam daftar anti-proliferasi pada Departemen Keuangan AS, yang melarang perdagangan dengan orang-orang tertentu, para pengusaha dan tokoh-tokoh guna mencegah penyebaran senjata nuklir sedangkan JMT maupun pengusaha China tersebut tidak tercatat.

Wall Street Journal mengatakan, pihaknya belum mengetahui berapa katup yang diduga diperoleh oleh JMT atau seberapa penting mereka itu dalam pekerjaan nuklir Iran.

Surat kabar ini mengatakan, pembuat, KD Valves-Descote, adalah pernah dimiliki oleh konglomerat Amerika Serikat Tyco International.

Kedua perusahaan itu mengatakan, mereka belum dihubungi oleh para peneliti dan tidak tahu kenapa bahwa materi-materi itu bisa mencapai Iran.(H-AK/S008)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010