Industri kerajian logam tembaga dan kuningan di Tomang, Cepogo, sejak awal 2010 hingga sekarang tidak terpengaruh CAFTA karena produksi kerajinan itu tidak ada lawannya baik di pasar lokal maupun ekspor, kata pengrajin logam CV "Muda Tama" Desa Tomang, Agus Susilo, di Boyolali, Minggu.
Bahkan sejak pemberlakukan CAFTA, produk logam Tomang mendapat banjir pesanan dari luar negeri seperti Amerika Serikat, Italia, Prancis, dan Belanda.
"Kami memproduksi kerajinan logam antara lain, lampu hiasa, Wastafel, bak mandi, tong sampah, tempat buah, vas bunga, asbak, kaligrafi untuk melayani pasar lokal maupun ekspor," kata Agus Susilo.
Sejak awal Januari 2010 hingga sekarang omzet niaga logam milik Agus rata-rata Rp200 juta per bulan atau naik 50 persen dibandingkan tahun 2009, rata-rata Rp100 juta per bulan.
Agus menjelaskan, kerajinan logam Tomang itu mempunyai corak yang khas sehingga hampir tidak bisa disaingi pasar luar negeri sehingga banyak diminati konsumen.
"Barang kerajian Tomang yang diminati konsumen luar negeri seperti bak mandi, lampu hias, tempat buah, tempat sampah atau buntung rokok dan wastafel," katanya.
Produksi logam Tomang juga diminati pasar lokal yang kebanyakan pesanan datang dari hotel-hotel untuk mengisi perlengkapan dan sejumlah instansi pemerintah.
Harga produksi kerajian logam Tomang terhitung mahal, misal bak mandi tembaga dijual antara Rp4,5 juta - Rp7,5 juta, sedangkan tong sampah atau tempat puntung rokok Rp650 ribu per buah.
Supri Haryanto, ketua paguyupan pengrajin "Tria Logam" Desa Tomang, menjelaskan, jumlah pengrajin di Desa Tomang ada ribuan orang, namun saat krisis global omzet mereka turun hingga 50 persen.
Kini, industri kerajinan logam di Tomang bangkit kembali, bahkan dibanjiri pesanan.
"Kami akan memasarkan kerajian tembaga dan kuningan ini di pasar lokal, seperti produksi batik untuk seragam para pegawai negeri maupun swasta agar lebih dicintai masyarakat," katanya. (*)
ANT/AR09
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010