Tak ada urgensinya memberi banyak kemudahan bagi TKA masuk ke Indonesia dengan alasan tenaga kerja di dalam negeri tidak ada yang mampu.
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Syarief Hasan meminta pemerintah harus memprioritaskan tenaga kerja dalam negeri ketimbang mendatangkan tenaga kerja asing (TKA).
"Apalagi, orang Indonesia cepat bisa belajar dan berani mengambil risiko," kata Syarief, dalam pernyataan tertulisnya, di Jakarta, Selasa.
Hal tersebut disampaikannya saat Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika atau yang lebih dikenal dengan Empat Pilar MPR di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Baca juga: Sebanyak 150 TKA China masuk ke PT BAI di Kabupaten Bintan
Menurut pemilik nama lengkap Syariefuddin Hasan itu, semua pekerjaan yang ada bisa dilakukan oleh bangsa sendiri karena sumber daya manusia (SDM) Indonesia bisa melakukan kerja di bidang apapun.
Syarief mengaku prihatin ketika pandemi COVID-19 banyak tenaga kerja asing masuk ke Indonesia, padahal pekerjaan yang ada bisa dilakukan oleh orang Indonesia sendiri.
"Perguruan-perguruan tinggi yang ada harus bisa mengisi pembangunan," kata sosok asal Sulawesi tersebut menegaskan.
Untuk itu, politikus Partai Demokrat itu menegaskan, "Tak ada urgensinya memberi banyak kemudahan bagi TKA masuk ke Indonesia dengan alasan tenaga kerja di dalam negeri tidak ada yang mampu."
Pada kesempatan itu, Syarief menyampaikan terima kasih kepada para guru besar yang hadir dan semua masukan tentang permasalahan bangsa akan dicatat.
"Banyak pendapat yang kami terima," tuturnya.
Baca juga: Indonesia larang WNA masuk saat corona kecuali TKA China? Ini penjelasannya
Syarief terkesan atas masukan para guru besar bahwa dalam setiap pengambilan kebijakan perlu melandasi diri dengan rasa kejujuran.
Kejujuran dalam berkomunikasi penting, kata dia, sebab bila hal demikian tak dijadikan acuan, membuat orang tak amanah.
"Kita harus jujur. Bila tak jujur dalam membuat aturan, hal yang demikian mengakibatkan kesalahan yang fatal," pungkas Syarief.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020