Jakarta (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menyatakan Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro terbukti masuk ke dalam kolaborasi jahat untuk melakukan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

"Terdakwa Benny Tjokrosaputro mengatakan tidak ada bukti apapun melakukan perbuatan korupsi pada 2012-2018 karena baru sekali bertemu Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo tapi majelis hakim menilai terdakwa memang telah melakukan kolaborasi jahat yang utuh karena tidak perlu satu pihak mengenal dengan pihak lain seperti karakteristik penjualan saham," kata anggota majelis hakim Agus Salim di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Dalam perkara ini, Benny Tjokrosaputro dijatuhi hukuman penjara seumur hidup ditambah membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp6.078.500.000.000 karena terbukti melakukan korupsi yang menimbulkan kerugian negara di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan pencucian uang.

Baca juga: Benny Tjokro divonis penjara seumur hidup dalam perkara Jiwasraya

"Terdakwa mengaku tidak kenal manajer-manajer keuangan tidak dapat membuktikan bahwa terdakwa tidak terlibat dalam perbuatan melawan hukum, oleh karenanya dalil terdakwa harus ditolak," kata hakim Agus Salim.

Selanjutnya terkait pembelaan Benny Tjokro yang menyatakan bahwa Kejaksaan Agung terlalu memaksakan penerapan UU Pemberantasan Tipikor padahal menurut Benny dan penasihat hukum lebih tepat diterapkan UU No 40 tahun 2014 tentang Asuransi dan UU No 80 tahun 1995 tentang Pasar Modal, majelis hakim juga menolaknya.

"Hakim punya pandangan berbeda yaitu SEMA Nomor 7 Tahun 2012 ditegaskan, sekalipun modus operandi masuk perundangan lain tapi kalau unsur-unsur tindak pidana korupsi terpenuhi maka UU Tipikor yang diterapkan," kata hakim.

Majelis hakim menilai tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa dan berdampak luas karena menyangkut aspek-aspek bernegara sehingga tidak mengherankan dikemas dalam berbagai modus operandi.

Baca juga: Nasabah: Terdakwa kasus korupsi Jiwasraya agar dihukum berat

"Oleh karena itu, penanganan tindak pidana korupsi perlu penanganan kompleks sehingga SEMA Nomor 7 Tahun 2012 tersebut adalah jawaban sekaligus instrumen penting terhadap modus operandi korupsi yang berkembang dan dalam persidangan unsur-unsur korupsi terpenuhi dari rangkaian perbuatan terdakwa sehingga meski perbuatan terdakwa masuk dalam lingkup pasar modal tapi menurut hakim seluruh unsur tindak pidana korupsi terbukti maka perbuatan itu masuk dalam lingkup korupsi," kata hakim Agus Salim.

Terkait pembelaan Benny yang disebut telah melunasi Repo MYRX dan BTEK tahun 2015-2016 kepada Heru Hidayat sesuai harga 5 kali lipat dan bila Heru menjualnya ke pihak lain maka hal itu di luar tanggung jawab Benny, majelis hakim menilai Benny hanya melemparkan tanggung jawab.

"Pada dasarnya Heru Hidayat dan Benny Tjokro bersama-sama mengetahui pelaksanaan repo tidak sesuai ketentuan yang sebenarnya dan terdakwa melemparkan tanggung jawab ke pihak lain sehingga nota pembelaan terdakwa harus ditolak," ungkap hakim Agus Salim.

Benny dalam pembelaannya juga mengatakan tanggung jawab investasi saham dan reksadana PT Asuransi Jiwasraya adalah tanggung jawab Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) 2008-2018 Hendrisman Rahim, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo, Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya 2008-2014 Syahmirwan, menurut hakim juga adalah bentuk lempar tanggung jawab Benny Tjokro.

Baca juga: BPK buka suara soal pernyataan terdakwa kasus Jiwasraya

"Secara tersirat penasihat hukum terdakwa mengalihkan tanggung jawab secara sepihak ke PT Asuransi Jiwasraya semata jadi apa hak terdakwa untuk menerima pengelolaan bila terdakwa tidak punya niat jahat. Terdakwa jelas akan menolak pengelolaan itu karena terdakwa tidak punya kewenangan menurut undang-undang, penasihat hukum hanya ingin mengalahkan tanggung jawab sehingga pembelaan harus ditolak," kata hakim.

Selanjutnya majelis hakim juga menyatakan kerugian negara secara nyata adalah Rp16.807.283.375.000 sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif BPK RI.

"Terkait pembelaan penasihat hukum terdakwa yang menyatakan perhitungan kerugian negara masih kerugian potensial atau 'unrealized loss', majelis berpegang yang menilai jumlah kerugian negara adalah BPK jadi majelis mengikuti laporan kerugian negara BPK sehingga sangat beralasan menolak pembelaan penasihat hukum," kata hakim.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020