Paris (ANTARA News/Reuters) - Pemerintah Prancis telah mengungkapkan rancangan undang-undang untuk memperkeras peraturan imigrasi dan menerapkan hukuman keras pada setiap orang asing yang bekerja tanpa izin kerja.

Rancangan undang-undang baru Rabu itu pun meningkatkan aksi protes dari kelompok hak asasi manusia.

Itu adalah yang keenam kalinya sejak 2002 Prancis mengharapkan untuk memperkeras undang-undang imigrasinya dan terjadi setelah Presiden Nicolas Sarkozy meluncurkan perdebatan mengenai identitas nasional, yang menurut para pengkritiknya telah menjadi cenderung ke ekstrimis kanan-jauh.

Menteri Imigrasi Eric Besson, yang belum lama ini mendukung permintaan pada larangan Prancis terhadap pemakaian jilbab penuh, atau burka, menyampaikan RUU itu pada kabinet, Rabu.

Di antara langkah-langkah itu adalah tindakan untuk menambah waktu imigran gelap dapat ditahan dalam tahanan menjadi 45 hari dari sebelumnya 32 hari. Setelah itu pemerintah harus membuat keputusan mengenai apakah akan mengusir mereka atau memeriksa lebih lanjut permintaan mereka akan suaka.

Langkah itu juga menangguhkan waktu agar seorang hakim dapat meninjau kembali kasus mereka, membuatnya terserah pada seorang pejabat pemerintah untuk pertama-tama meminta penahanan mereka.

"Ini serangan serius terhadap kebebasan fundamental," kata Patrick Henriot, wakil ketua perhimpunan hakim Prancis seperti dikutip oleh harian Le Monde.

Pemerintah telah memutuskan mengenai perubahan itu setelah hakim pada Januari membebaskan dengan cepat sebanyak 124 imigran yang sebagian besar orang Kurdi, yang telah dibuang di pulau Corsica Prancis di Laut Tengah, ketimbang memindahkan mereka ke pusat-pusat tahanan.

Besson, yang telah mengatur maksud Sarkozy untuk mengusir 30.000 imigran gelap dari daratan Prancis tahun ini, membela desakan untuk memperpanjang masa tahanan itu, yang menurut dia akan memberi pemerintah lebih banyak waktu untuk memeriksa permintaan suaka.

"Periode itu 60 hari di Portugal, enam bulan di Belanda, Austria dan Hungaria, delapan bulan di Belgia, 18 bulan di Jerman, 24 bulan di Swiss, dan tak terbatas di Inggris," ia menulis dalam presentasinya mengenai RUU tersebut.

Berdasarkan ketentuan perundangan yang diusulkan itu, sesorang yang tertangkap mempekerjakan imigran gelap akan menghadapi hukuman lima tahun penjara dan denda maksimal 15.000 euro (20.140 dolar AS).

Rancangan undang-undang itu juga minta imigran yang mengharapkan naturalisasi untuk mengikuti "prinsip-prinsip esensial dan nilai-nilai republik" serta minta orang untuk menandatangani "piagam hak-hak dan tugas warga Prancis".

Prancis menampung penduduk Muslim terbesar di Eropa dan pemerintah telah memperhatikan khususnya pada apakah Islam cocok dengan model sekularis negara itu.

Perdebatan mengenai identitas nasional diduga untuk mendefinisikan apa arti menjadi orang Prancis, tapi telah menurun menjadi perdebaan pendapat sengit mengenai kehadiran Islam di Prancis, dengan kelompok kanan-jauh minta pengawasan lebih ketat terhadap masjid-masjid.

(Uu.S008/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010